Manneke mengatakan MWA tiba-tiba kembali mengajukan usulan perubahan Statuta UI saat rapat dengan Kemendibud pada 30 September. Draf revisi Statuta UI yang diajukan MWA pun tak pernah dibahas bersama empat organ lainnya.
"Yang diajukan ini salah satunya berkaitan dengan rangkap jabatan rektor," katanya.
Menurutnya, terjadi perdebatan bahkan belum ada kesepakatan atas draf revisi Statuta UI yang diajukan tersebut. Hingga akhirnya Kemendikbud mengundang kembali untuk melakukan rapat lanjutan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Undangan rapat diterima dan disebut akan digelar pada 7, 14, dan 21 Oktober. Namun, tak berapa lama undangan rapat dengan Kemendikbud ini dibatalkan sepihak.
"Namun terjadi rapat-rapat yang hanya dihadiri eksekutif dan MWA tanpa ada wakil dari DGB dan SA," katanya.
Setelah itu, kata Manneke, PP Statua UI yang baru resmi diterbitkan pada 2 Juli 2021. Namun, dewan guru besar baru menerima PP secara resmi pada 19 Juli 2021.
"Dan tentu sejak awal terlihat konsisten adanya itikad dan agenda tidak baik yang mencemari keseluruhan proses revisi," kata dia.
Sementara itu, Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (UI) Bambang Brodjonegoro membantah PP 75/2021 tentang Statuta UI dibuat mendadak. Bambang menyebut usulan revisi muncul sejak 2019 dan dibahas mulai 2021.
Menurutnya, tidak benar jika aturan tersebut dibuat mendadak untuk mengakomodir Rektor Ari Kuncoro rangkap jabatan. Salah satu poin revisi Statuta UI ini terkait rangkap jabatan rektor UI.
"Yang harus saya tekankan, PP ini tidak dibuat mendadak karena saya juga tahu sebagai mantan pejabat di pemerintah 10 tahun, bikin PP tidak ada yang cepat," kata Bambang akhir pekan lalu.
Bambang menyebut persoalan yang muncul terkait PP Statuta UI hanya pada waktu bukan pada proses pembuatan. Menurutnya, masalah muncul karena PP 75/2021 itu keluar ketika masalah rangkap jabatan rektor UI menuai kritik.
"Memang ini masalah timing ketika PP keluar terjadi semacam ada unsur keributan di medsos yang melibatkan rektor UI," ujarnya.
Lebih lanjut, mantan Kepala Bappenas itu menyebut sejak awal MWA tak aktif dalam penyusunan draf revisi Statuta UI. MWA, kata Bambang, hanya mengawasi proses perubahan.
Menurutnya, peran MWA berbeda dengan organ lain yang lebih operasional dan memahami bidangnya masing-masing. MWA hanya memiliki tugas pengawasan dan tata kelola UI.
"Sehingga usulan kami (MWA) praktis tidak terlalu banyak," katanya.
Bambang pun berharap perubahan yang telah terjadi dalam Statuta UI ini tidak lagi diributkan. Menurutnya, perubahan Satuta UI tersebut untuk mengejar ketertinggalan dari kampus negeri lain, seperti Universitas Gadjah Mada (UGM).
"Ini alasan kita bahwa kita juga harus memperbaiki secara internal. Dan kami tentunya dengan masukan dari empat organ berusaha agar Statuta UI ini mendorong percepatan dari perbaikan itu," ujarnya.
(tst/fra)