Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya bakal secara bertahap mengganti pemberian obat azitromychin dan Oseltamivir menjadi azitromychin dan Favipiravir dalam pemberian paket obat untuk pasien covid-19 gejala ringan yang sedang menjalani isolasi mandiri (isoman).
Budi mengatakan, penggantian obat terapi covid-19 itu akan dilakukan secara bertahap. Pun demi memenuhi kebutuhan Favipiravir, pemerintah menurutnya bakal mengimpor jutaan obat terapi covid-19, dan berupaya memproduksi obat-obatan tersebut dalam negeri.
"Favipiravir akan mengganti Oseltamivir sebagai obat antivirus, kalau Azitromisin itu antibiotik. Favipiravir ini masuk kategori antivirus yang oleh dokter lima profesi di Indonesia sudah mengkaji dampaknya terhadap mutasi virus Delta, dan mereka menganjurkan agar antivirusnya diganti Favipiravir," kata Budi dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (26/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi lantas merinci, saat ini Indonesia memiliki stok obat azitromychin sebanyak 11,4 juta, yang diproduksi oleh 20 pabrik lokal. Kemudian Oseltamivir 12 juta, Sementara untuk Favipiravir masih 6 juta.
Untuk itu, Budi menyebut pihaknya telah berkoordinasi dengan Gabungan Pengusaha Farmasi di Indonesia untuk memperbesar kapasitas produksi obat terapi covid-19, serta mempersiapkan distribusinya juga.
Ia menargetkan, di Agustus PT Kimia Farma mampu memproduksi sendiri Favipiravir dengan kapasitas produksi 2 juta per hari, PT Dexa Medika 15 juta di Agustus. Pemerintah juga bakal mengimpor 9,2 juta Favipiravir dari sejumlah negara.
"Agustus kita sudah punya kapasitas produksi negeri antara 2-4 juta tablet per hari yang bisa memenuhi kebutuhan," kata dia.
Kendati begitu, mantan wakil menteri BUMN itu mengakui sejauh ini masih ada tig obat terapi covid-19 yang belum bisa diproduksi dalam negeri, dan relatif susah dicari. Mereka yakni; Remdesivir, Actemra, dan Gammaraas.
Budi menyebut, ketiga merek obat itu menjadi obat yang diincar banyak negara sehingga mulai langka. Untuk itu, pemerintah telah menargetkan pada Juli ini akan menyediakan 150 ribu Remdesivir dan 1,2 juta Remdesivir di Agustus.
Kemudian seribu vial Actemra di Juli, dan bakal mengimpor 138 ribu Actemra di Agustus. Selanjutnya 26 ribu impor Gammaraas di Juli, dan 27 ribu di Agustus. Budi memastikan, mereka akan didatangkan secara bertahap.
"Dan kita dalam proses membuat Remdesivir di dalam negeri, doakan itu bisa segera terjadi," pungkasnya.
Lima organisasi profesi sebelumnya tidak merekomendasikan obat azitromychin dan Oseltamivir sebagai obat terapi pasien covid-19 dengan gejala ringan. Hal itu tertuang dalam 'Revisi Protokol Tatalaksana Covid-19' yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan.
Lima organisasi profesi itu terdiri dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Mereka menyarankan, agar paket pada isoman gejala ringan diberikan multivitamin dan Favipiravir sediaan 200 mg loading dose 1600 mg/12 jam atau oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg untuk konsumsi di hari ke 2-5, tanpa azitromychin dan Oseltamivir.
Sementara, Kementerian Kesehatan melalui paket obat yang menggunakan jasa telemedicine sebelumnya masih menggunakan kedua obat itu untuk pengobatan terapi covid-19 dengan gejala ringan.
Pada paket obat itu dijelaskan untuk pasien OTG mereka akan diberikan Multivitamin C,D,E, dan Zinc dosis 1x1 per hari dengan jumlah 10 pcs. Sementara untuk pasien dengan gejala ringan akan diberikan Multivitamin C,D,E, dan Zinc dengan dosis 1x1 per hari dengan jumlah 10 pcs.
Ditambah azitromychin 500mg dosis 1x1 per hari dengan jumlah yang diberikan 5 pcs. Kemudian Oseltamivir 75mg dosis 2x1 per hari dengan jumlah 14 pcs, dan Paracetamol tab 500mg dengan jumlah 10 pcs.