Oksigen Papua Barat Kritis, RS Rebutan dengan Pasien Isoman
Juru Bicara Satgas Covid-19 Papua Barat dr. Arnold Tiniap kembali menyebut bahwa oksigen medis di Papua Barat, khususnya di Manokwari, masih dalam status kritis.
Ini terjadi karena hasil produksi tidak sebanding dengan permintaan lantaran lonjakan kasus baru Covid-19. RS pun mesti 'bersaing' dengan pasien isolasi mandiri bergejala.
"kondisi oksigen kita selalu dalam keadaan kritis. Karena tempat pengisian ulang di Manokwari belum bisa mencukupi kebutuhan kita," ungkapnya.
Di mencontohkan kebutuhan tabung oksigen ukuran 2.000 liter di RS Provinsi Papua Barat saat ini mencapai 80 sampai 100 tabung per hari. Sementara itu, tiga produsen di Manokwari masing-masing hanya bisa memenuhi 10 sampai 20 tabung per hari.
Selain untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit, produsen juga mesti memenuhi permintaan dari keluarga pasien yang datang sendiri melakukan pengisian.
"Kadang kita datang, produsen katakan beberapa tabung sudah diambil oleh keluarga pasien yang menjalani isolasi mandiri. Jadi kita seperti rebutan, karena yang isolasi mandiri juga ada yang bergejala sehingga harus menggunakan oksigen medis," terangnya
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Papua Barat Otto Parorongan menyebut ada tambahan satu rumah sakit di Manokwari yang kini sudah bisa memproduksi sendiri oksigen medis.
"Sebelumnya RSUD Manokwari dengan mesin lama bisa memproduksi sekitar 10 tabung per hari. Saat ini, RS Pratama dengan alat baru juga bisa memproduksi sendiri, bahkan mencapai 30 - 40 tabung ukuran 2.000 liter per hari," ungkapnya.
Kondisi ini, kata dia, cukup untuk menangani pasien bila mana angka terkonfirmasi positif kian menurun.
"Mudah mudahan tren kasus menurun terus sehingga kita tidak kesulitan dalam pemenuhan oksigen dan juga penanganan pasien bisa lebih maksimal," tandasnya.
Sementara itu, Pemerintah Kota Solo kedatangan bantuan 150 oxygen concentrator dari Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi dan 200 tabung oksigen dari pihak swasta, Sabtu (24/7).
Dinkes mendistribusikan 150 oxygen concentrator tersebut ke 15 rumah sakit rujukan Covid-19, dan tiga sekolah yang menjadi fasilitas isolasi terpusat pasien Covid-19 bergejala ringan hingga sedang, yakni SD Cemara Dua, SD Panularan, dan SMP Negeri 25 Solo.
"Karena jumlahnya banyak, [pembagiannya] ini agak merata. Ada yang dapat 8, 10, ada yang 13. Intinya kita berikan yang kekurangan oksigen," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Solo, Siti Wahyuningsih.
Sementara, Pemkot hanya mendistribusikan 200 tabung oksigen ke rumah sakit rujukan di Kota Solo.
"[Tabung] ini kan [kapasitas totalnya] cuma 14 ton, sementara kebutuhan kita 58 ton per hari. Tapi intinya tabungnya itu jadi pasokannya bisa rutin," katanya.
Salah satu penerima bantuan, Pelaksana Tugas Direktur RSUD Ngipang, Niken Yuliani Untari, mengatakan oxygen concentrator tersebut akan digunakan di IGD dan bangsal rawat inap Covid-19.
"Ini kan kapasitasnya cuma 10 liter per menit. Cuma bisa untuk pasien gejala ringan sampai sedang," katanya.
Niken mengakui oxygen concentrator tersebut tidak akan banyak mengurangi beban kebutuhan oksigen tabung di RSUD Ngipang. Pasalnya, kebanyakan pasien di RSUD Ngipang membutuhkan pasokan oksigen lebih besar.
"Kecil sekali (mengurangi kebutuhan oksigen tabung). Karena kondisi saat ini pasien saya paling minim butuh 12 liter," katanya.
(hen/syd/arh)