Soal di Asesmen Nasional Guru: Setuju Kepala Daerah Seagama?

CNN Indonesia
Selasa, 27 Jul 2021 20:23 WIB
Ilustrasi. Salah seorang guru menceritakan AN yang diikutinya justru seperti ingin mengetahui prefensi politik pengajar. (ANTARA FOTO/ADWIT B PRAMONO)
Jakarta, CNN Indonesia --

Jenis soal dalam uji Asesmen Nasional (AN) pendidikan yang dilakukan Kemendikbudristek diduga hendak mengetahui pilihan politik para guru.

Guru dari salah satu Sekolah Penggerak yang mengikuti uji coba Survei Lingkungan Belajar, Satriwan, mengungkapkan soal-soal yang dia kerjakan tidak menanyakan kondisi riil sekolah, seperti hubungan antarwarga sekolah, partisipasi terkait pendidikan, hingga perundungan.

"Saya lihat ini lebih ingin mengetahui preferensi politik guru," katanya kepada CNNIndonesia.com via telepon, Selasa (26/7).

Sebagai informasi, AN merupakan pengganti Ujian Nasional (UN) yang rencananya digelar pertama kali tahun ini oleh Kemendikbudristek.

Ada tiga tes berbeda dalam AN pendidikan itu yakni Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar. Survei Lingkungan Belajar diisi siswa, guru, dan kepala sekolah untuk mengetahui kondisi riil di sekolah.

Dari hasil asesmen tersebut, Kemendikbudristek diharapkan dapat memberikan intervensi sesuai kondisi sekolah dan daerah.

Satriwan membenarkan sejumlah soal yang didapatkan dalam uji atau trial AN. Soal-soal itu mesti dijawab dengan pilihan sangat tidak setuju, tidak setuju, cenderung setuju, setuju, sangat setuju 

Di antaranya, pertama, "Dalam pemilihan kepala daerah dan presiden, saya hanya mau mendukung calon yang beragama sama dengan saya". Kedua, "Orang dari kelompok agama lebih berhak menjadi pemimpin politik seperti bupati/walikota, gubernur, presiden."

Ketiga, "Cara berpakaian sesuai aturan agama kelompok mayoritas seharusnya diwajibkan bagi warga sekolah. Hingga, "Rumusan Pancasila sebaiknya diubah agar lebih sesuai dengan ajaran agama."

Ia menilai seharusnya Survei Lingkungan Belajar mendalami pemahaman guru atau refleksi tindakan guru dalam ekosistem sekolah, bukan soal politik.

Secara terpisah, Pengamat pendidikan Indra Charismiadji menilai soal yang ditanyakan pada Survei Lingkungan Belajar bermuatan SARA dan tidak seharusnya ditanyakan dalam kaitan dengan pendidikan.

"Itu kan pertanyaan yang seharusnya dilindungi HAM, bukan untuk kepentingan AN. Ini hubungan dengan pendidikan apa? Menggunakan teori pendidikan apa menggunakan survei seperti itu?" kata Indra saat dihubungi.

Menurut Indra, penilaian dengan tolok ukur seperti itu hanya akan memecah belah bangsa dengan mengotak-kotakan guru pada penilaian sosial politik tertentu.

"Nanti munculnya pendidikan Indonesia mutunya tidak meningkat di zaman [Mendikbudristek] Nadiem Makarim karena banyaknya sekolah yang terpapar radikalisme. Itu kan alasan klasik, terus yang dilakukan apa," tutur Indra.

Terkait Asesmen Nasional itu, sebelumnya ramai polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan pertanyaan sejenis. Staf yang tak lolos ditandai berstatus "merah".

Di sisi lain, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbudristek Anindito Aditono menegaskan pelaksanaan Asesmen Nasional itu tak serupa dengan TWK.

Infografis Sekolahku Kekurangan Guru. (Foto: CNNIndonesia/Basith Subastian)

"Enggak kok, sama sekali tidak ada profiling individu guru dalam asesmen nasional. Ini untuk pemetaan kualitas lingkungan belajar, yang salah satunya adalah iklim kebinekaan di sekolah," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbudristek Anindito Aditono kepada CNNIndonesia.com, Selasa.

Anindito menjanjikan skor hasil Survei Lingkungan Belajar guru akan dirahasiakan dan tidak akan digunakan untuk menyeleksi guru.

Survei hanya akan menghasilkan skor kolektif di tingkat sekolah dan daerah untuk memetakan keamanan, kebinekaan, kualitas pembelajaran, dan kualitas pengelolaan sekolah.

(fey/kid)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK