4 Organisasi UI Buka Opsi Revisi Statuta Bermasalah
Anggota Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Achmad Fauzi mengatakan pihaknya menggelar rapat bersama Rektorat, Senat Akademik, dan Majelis Wali Amanat UI pada Kamis (29/7) lalu untuk membahas Statuta UI.
Ia mengungkap rapat tersebut menyimpulkan Peraturan Pemerintah No. 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI bermasalah.
"Keempat organ menyatakan bahwa ada permasalahan dengan Statuta PP No. 75 Tahun 2021. Oleh karena itu keempat organ ingin bertemu lagi untuk pembahasan lebih lanjut," kata Fauzi kepada CNNIndonesia.com, Senin (2/8).
Fauzi mengatakan Statuta UI yang baru dinilai bermasalah dari sisi penyusunan hingga pasal-pasal di dalamnya. Untuk itu, keempat organ membuka opsi revisi kembali.
"Ya, berkeinginan untuk melakukan revisi," tambah dia.
Pasal yang dipermasalahkan dalam rapat, sambung dia, bukan hanya terkait larangan rangkap jabatan yang tidak mengatur jabatan komisaris di BUMN dan perusahaan swasta.
Namun juga mengenai pasal yang melibatkan MWA, Senat Akademik hingga Dewan Guru Besar UI dan pasal-pasal lainnya yang dinilai bermasalah.
"Tidak hanya masalah rangkap jabatan rektor saja, tetapi permasalahan berkaitan dengan statuta secara keseluruhan," tuturnya.
Meskipun isu Statuta UI menjadi ramai karena polemik rangkap jabatan Rektor UI Ari Kuncoro, Fauzi mengatakan rapat tersebut tidak membahas spesifik mengenai jabatan Ari di kampus.
Fauzi mengatakan pihaknya akan menghelat rapat lanjutan untuk membahas langkah selanjutnya mengenai Statuta UI pada Kamis (5/8), pekan ini.
Sebelumnya, Ari Kuncoro ramai diperbincangkan publik karena merangkap jabatan rektor UI dan wakil komisaris utama BRI. Rangkap jabatan tersebut diduga melanggar Statuta UI.
Namun tak lama setelah polemik tersebut ramai, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 75 Tahun 2021 yang menggantikan Statuta UI sebelumnya.
Dalam aturan tersebut, larangan rangkap jabatan di BUMN dan perusahaan swasta untuk pimpinan kampus hanya berlaku untuk jabatan direksi.
Sementara di aturan sebelumnya larangan rangkap jabatan tidak menyebut secara spesifik diperuntukkan bagi komisaris atau direksi.
(fey/wis)