Pemerintah tidak hanya melakukan mengecat ulang terhadap Pesawat Kepresidenan Indonesia-1 atau Pesawat BBJ 2. Ada dua pesawat lain yang juga dicat ulang, salah satunya Helikopter Super Puma.
Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono menyampaikan pengecatan pesawat-pesawat itu telah direncanakan sejak 2019. Pengecatan dilakukan dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-75 Republik Indonesia pada 2020.
"Proses pengecatan sendiri merupakan pekerjaan satu paket dengan Heli Super Puma dan pesawat RJ," kata Heru dalam keterangan tertulis, Selasa (3/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Heru menyampaikan tiga pesawat itu tidak dicat dalam waktu bersamaan. Helikopter Super Puma dan pesawat RJ sudah dicat terlebih dulu.
Adapun Pesawat Kepresidenan Indonesia-1 baru dicat tahun ini. Pengecatan pesawat itu menunggu jadwal perawatan yang jatuh pada 2021.
"Tahun ini dilaksanakan perawatan sekaligus pengecatan yang bernuansa Merah Putih sebagaimana telah direncanakan sebelumnya. Waktunya pun lebih efisien karena dilakukan bersamaan dengan proses perawatan," ujarnya.
Berdasarkan informasi dari sumber di Istana, anggaran pengecatan pesawat presiden mencapai Rp2 miliar. Jumlah dana itu belum termasuk pengecatan Helikopter Super Puma dan pesawat RJ.
Sebelumnya, pengecatan pesawat kepresidenan jadi polemik di media sosial. Anggaran fantastis untuk pengecatan dinilai sebagai foya-foya saat negara sedang menghadapi krisis akibat pandemi Covid-19.
Pengamat penerbangan Alvin Lie mempertanyakan urgensi kebijakan itu. Pasalnya, harga pengecatan pesawat berkisar di angka Rp1 miliar hingga Rp2 miliar.
Namun Heru menampik cat ulang pesawat tersebut sebagai bentuk foya-foya anggaran. Menurutnya, pengecatan pesawat kepresidenan sudah direncanakan dalam rangka HUT ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia pada 2020.
Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Gunardi Ridwan menilai Presiden Joko Widodo perlu meminta maaf kepada masyarakat terkait pengecatan ulang pesawat kepresidenan di tengah pandemi Covid-19.
Ia menilai wibawa pemerintahan Jokowi bisa berkurang lantaran selama ini pemerintah pusat kerap menekan daerah untuk sensitif menggunakan anggaran di tengah situasi pandemi Covid-19.
"Saya rasa presiden perlu memberikan konfirmasi dan permintaan maaf ke publik, agar tidak terjadi kegaduhan di masyarakat dan menjaga wibawa pemerintahan pusat," kata Gunardi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (3/8).