PDIP menyindir Partai Demokrat mengalami post colour syndrome terkait kritik terhadap pengecatan ulang pesawat kepresidenan. Sementara, partai berlambang Mercy menyebut Banteng lupa pesan Bung Karno soal sejarah.
"Jangan sampai publik terbawa permainan politik pihak-pihak yang merasakan post colour syndrome, yang merupakan pelesetan dari post power syndrome atau sindrom pascakekuasaan yang terjadi karena tak bisa melepaskan diri dari kekuasaan yang sudah hilang," kata Politikus PDIP Arteria Dahlan, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/8).
Ia menyatakan yang perlu dipermasalahkan adalah warna pesawat biru yang dipesan oleh Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang juga mantan Ketua Umum Partai Demokrat, karena tidak sesuai dengan warna bendera Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Warna bendera negara kita kan merah putih, bukan warna biru. Justru kita bertanya, kok dulu tak sejak awal pesawat itu diwarnai merah putih? Lalu apa yang salah dengan warna pesawat kepresidenan jika diubah menjadi merah putih sesuai warna bendera negara kita?" katanya.
Soal kritik anggaran proyek cat ulang pesawat kepresidenan yang dinilai seharusnya digunakan untuk membeli beras rakyat, Arteria menyebut dana itu sudah mendapat persetujuan DPR, yang di dalamnya ada Fraksi Partai Demokrat.
Presiden Jokowi sendiri, kata dia, sudah menaikkan anggaran program pemulihan untuk penanganan Covid-19 pada 2021 dari Rp699,4 triliun menjadi Rp744,75 triliun.
"Jadi dana Covid-19 sudah disiapkan oleh pemerintah dan tak diganggu, kecuali dana Covid-19 tak disiapkan, bolehlah ada yang marah-marah," kata Arteria.
Merespons hal itu, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Irwan menilai Arteria Dahlan melupakan ajaran Presiden pertama RI, Soekarno, yakni Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah alias Jas Merah.
"Seharusnya kita semua sebagai anak bangsa berterima kasih karena SBY beli pesawat kepresidenan setelah 69 tahun tidak punya. Arteria enggak paham itu. Ajaran Soekarno untuk Jas Merah pun dia lupa," kata dia, kepada wartawan, Rabu (4/8).
Pasalnya, PDIP merupakan partai politik yang pernah menolak langkah SBY membeli pesawat kepresidenan ketika itu dan sempat mengusulkan penjualannya saat Jokowi menjadi presiden.
"Ini kok aneh bin lucu tiba-tiba bicara pesawat kepresidenan," ujarnya.
Lebih lanjut, anggota Komisi V DPR itu menyampaikan bahwa tidak ada pihak yang protes dan mempermasalahkan warna cat pesawat kepresidenan. Pihaknya ingin semua proses dilakukan transparan.
![]() |
"Istana ini suka diam-diam dan tiba-tiba saja ramai di publik. Persis tahun lalu juga tiba-tiba Istana sewa pesawat Garuda untuk pesawat kepresidenan dan mengecat merah dan diberi logo lalu ujung-ujungnya batal," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim menilai proyek pengecatan pesawat tersebut bertentangan dengan perintah Presiden yang berkali-kali meminta jajarannya agar memiliki sense of crisis.
"Ini bertentangan dengan perintah Presiden Joko Widodo yang berkali-kali meminta para pembantunya agar memiliki sense of crisis," kata Luqman saat dihubungi, Rabu (4/8).
Politikus PKB ini menduga Menteri Sekretaris Negara Pratikno tidak mendapat laporan dari jajarannya mengenai proyek cat ulang pesawat ini.
"Kenapa anggaran cat ulang pesawat itu tidak masuk refocussing? Misalkan dialihkan beli beras atau oksigen untuk membantu rakyat yang kesulitan," kata ujar dia.
Pihaknya pun mengaku bakal membawa masalah ini ke rapat Komisi II DPR dalam waktu dekat.
"Meski sudah terlanjur, tentu saya akan tetap membawa masalah cat ulang pesawat presiden pada pembahasan rapat-rapat Komisi II setelah masa reses berakhir," pungkasnya.
Sebelumnya Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono membenarkan tentang pengecatan ulang pesawat Kepresidenan Indonesia-1 atau Pesawat BBJ 2 itu. Namun ia membantah pengecatan itu sebagai bentuk foya-foya.
(mts/dmi/ain)