Jakarta, CNN Indonesia --
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dinilai tengah melancarkan strategi politik jelang Pemilu 2024 lewat kritik sejumlah elite terhadap pemerintah ihwal penanganan pandemi Covid-19.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin, menyatakan kritik-kritik yang dilayangkan oleh beberapa pentolan PDIP itu ibarat upaya partai penguasa menjaga jarak dengan pemerintahan yang tengah menuai kekecewaan publik atas penanganan pandemi yang tidak berkesudahan.
"Dalam konstruksi saat ini, pemerintah kehilangan dukungan dan kepercayaan di tengah masyarakat. Kalau PDIP masih ada dalam pemerintah diam dan tidak mengkritik maka elektoral akan hilang karena tahu pemerintah sedang tidak dipercaya publik," ucap Ujang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di saat yang sama, PDIP butuh kemenangan di 2024, kemenangan dibutuhkan ketika didukung rakyat lagi, sehingga mau tidak mau mengkritik," imbuhnya.
Kritik PDIP yang dimaksud Ujang tercermin dari sejumlah pernyataan Ketua DPR sekaligus Ketua DPP PDIP bidang Politik dan Keamanan, Puan Maharani yang tercatat rutin mengkritisi kebijakan pemerintah sejak Juni lalu.
Kritik Puan di antaranya mendesak pemerintah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di zona merah penularan virus corona (Covid-19).
Puan juga tegas meminta penerapan PPKM Darurat tidak berhenti sebatas kebijakan di atas kertas. Semua aturan yang dituangkan dalam PPKM Darurat menurutnya harus dijalankan secara sempurna dan ditegakkan.
 Puan Maharani bersama ibunya, Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino |
Seminggu berselang, putri Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri itu mengingatkan bahwa kondisi rumah sakit yang melayani pasien Covid-19 penuh. Situasi tersebut menurut dia telah membuat pasien dengan gejala sedang dan berat kebingungan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Terakhir, Puan mengungkapkan kekhawatirannya terkait sejumlah aturan dalam PPKM level 4 yang diperpanjang hingga 2 Agustus.
Ia menyoroti aturan makan di tempat selama 20 menit yang berpotensi hanya jadi lelucon di masyarakat. Menurut dia pemerintah harus bisa menjelaskan secara rinci aturan tersebut jika tak ingin melahirkan ketidakpercayaan masyarakat.
"Soal teknis pengawasannya bagaimana? Apakah hanya perlu kesadaran masyarakat atau bagaimana? Ini harus dijelaskan rinci," kata Puan dalam dalam keterangannya, Selasa (27/7).
Ujang mengatakan manuver politik yang dilakukan PDIP dengan mengkritik pemerintah saat ini merupakan bagian dari upaya memuluskan langkah Puan menjadi calon presiden atau calon wakil presiden di Pilpres 2024 mendatang.
Menurutnya, sekarang merupakan waktu yang tepat untuk PDIP bermanuver, mengingat tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024 akan dimulai pada 2022 mendatang.
"Sudah tidak ada waktu lagi, tahapan pemilu dimulai 20 bulan sebelum 2024," ujar dia.
Ujang menambahkan, manuver politik yang dilakukan oleh PDIP saat ini akan memberikan dampak signifikan. Menurutnya, PDIP sedang memainkan politik dua kaki seperti yang dimainkan oleh Gerindra sejak awal periode kedua Jokowi.
"Berpengaruh karena rakyat butuh dukungan dari partai makanya mereka lakukan strategi dua kaki. strategi itu sudah lama dilakukan Gerindra," ujar Ujang.
Berlanjut ke halaman berikutnya...
Kritik terhadap pemerintah tak cuma datang dari Puan. Anggota PDIP di Komisi I DPR RI, Effendi Simbolon bahkan dengan tegas menyalahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak menerapkan lockdown sejak awal pandemi Covid-19.
Dalam hal ini Effendi merespons pernyataan pakar epidemiologi Universitas Indonesia Pandu Riono yang menyebut Indonesia sedang menuju jalur jebakan pandemi.
"Presiden tidak patuh konstitusi. Kalau dia patuh sejak awal lockdown, konsekuensinya dia belanja kan itu. Sebulan Rp1 juta saja kali 70 masih Rp70 triliun. Kali 10 bulan saja masih Rp700 triliun. Masih di bawah membanjirnya uang yang tidak jelas ke mana larinya. Masih jauh lebih efektif itu daripada vaksin," ujar Effendi seperti dikutip detikcom, Sabtu (31/7).
Anggota PDIP di Komisi VI DPR RI, Masinton Pasaribu, juga ikut menyoroti kinerja para pembantu Jokowi yang bertindak secara seremonial dan cenderung menyepelekan Covid-19.
Dia menyoroti salah satu pernyataan Menko Maritim dan Investasi Luhut Pandjaitan yang sempat menyebut Covid-19 terkendali tapi keesokannya terjadi lonjakan kasus.
 Effendi Simbolon menyesalkan Presiden Jokowi tidak sejak awal menerapkan lockdown untuk mengatansi pandemi Covid-19. Foto: Adhi Wicaksono |
Masinton juga menyinggung Luhut sebagai koordinator penanggulangan Covid-19. Dia berpendapat, selain terlalu reaksioner menanggapi kritik, kondisi Covid-19 di Indonesia melonjak ketika ditangani Luhut.
"Ada Menko yang ditunjuk sebagai koordinator dalam penanggulangan Covid di beberapa provinsi dan mengkoordinir penerapan PPKM, justru hasilnya di beberapa provinsi yang dikoordinir malah terjadi lonjakan dan fasilitas medis untuk perawatan tidak siap. Mengabaikan kerja mitigasi penanggulangan Covid dan terlalu reaksioner menanggapi kritik dan masukan dari masyarakat, ngoceh sendiri tak ada solusi," kata Masinton, Senin (2/8) kemarin.
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirajuddin Abbas mengamini ada kekecewaan dengan keadaan akibat pandemi. Namun, sebagian besar masih mengaitkannya dengan kondisi global.
"Faktor lain, warga pemilih belum mengaitkan penyebab wabah Covid dan krisis ekonomi pada buruknya kinerja Jokowi," kata Sirajudin.
Merujuk hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada Juni 2021, ada 61,8 persen yang merasa puas dengan kinerja pemerintah menangani pandemi virus corona. Survei melibatkan 1.220 responden di seluruh Indonesia pada 21-28 Mei 2021
Kemudian ada 35,2 persen responden tak puas dengan kinerja pemerintah pusat dalam menangani pagebluk. Angka tersebut meningkat 6 persen dibandingkan tiga bulan sebelumnya yang hanya sebesar 29,4 persen.
Sirajuddin tak menutup kemungkinan PDIP bakal mengalami penurunan suara akibat penanganan pandemi Covid-19 yang kurang memuaskan. Tetapi tidak hanya PDIP. Partai-partai politik lainnya pun berpotensi mengalami nasib serupa.
 Masinton Pasaribu mengkritisi Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan yang tidak cakap mangatasi pandemi. Foto: CNN Indonesia/Hesti Rika |
Sirajuddin mengatakan partai politik dalam kabinet Jokowi saat ini bisa menghindari persepsi buruk masyarakat dengan mengambil jarak dari PDIP. Itu bisa menjadi langkah yang diambil guna mencegah penurunan suara akibat kekecewaan publik terhadap pemerintah dalam menangani pandemi.
"Tergantung seberapa lincah mereka bergerak. Dan seberapa cerdas mereka mengambil jarak. Jika mereka melakukan 'political distancing' dengan PDIP dan Jokowi, mereka mungkin bisa menarik untung. Setidaknya tidak ikut terbawa anjlok lebih dalam," katanya.
Politikus PDIP Hendrawan Supratikno menyatakan bahwa pandangan resmi PDIP hanya disampaikan oleh pimpinan fraksi.
Menurutnya, kritik seperti yang disampaikan oleh sejumlah politikus PDIP terhadap langkah pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 merupakan pandangan individu yang bertujuan untuk memperkaya sudut pandang.
"Pandangan individu demikian memperkaya sudut pandang dan divergensi opini. Tak ada masalah. Namun pandangan resmi tetap yang disampaikan pimpinan fraksi," ucap Hendrawan.
Hendrawan juga menyampaikan,setiap anggota dewan diharapkan menjalankan fungsi kontrol. Menurutnya, hal itu kemudian membuat masing-masing anggota dewan melihat sebuah masalah dari sudut yang lain.
"Per definisi, anggota DPR memang diharapkan menjalankan fungsi kontrol. Jadi punya kecenderungan melihat masalah dari sudut yang lain. Tapi, sikap politik tetap mengacu pandangan resmi fraksi dan DPP," katanya.