Sosiolog Universitas Nasional Sigit Rochadi menyebut para pejabat yang ikut mempromosikan donasi fiktif Akidi Tio di Sumatera Selatan (Sumsel) harus diberi sanksi karena berperan dalam membesarkan kebohongan publik.
Menurutnya, masyarakat terkesima dengan dugaan kebohongan Heriyanty--putri Akidi Tio--usai sejumlah pejabat membuat pernyataan meyakinkan tentang donasi senilai Rp2 triliun untuk penanganan pandemi Covid-19 di Sumatera Selatan.
Terlebih, serah terimanya dilakukan di salah satu institusi negara, yaitu Polda Sumatera Selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tindakan sanksi juga harus diberikan kepada pejabat publik karena Heriyanty tidak mungkin mencuat tanpa bantuan pejabat publik," kata Sigit dalam program acara bincang-bincang bersama CNN Indonesia TV, Rabu (4/8).
Sigit menilai kasus Akidi Tio merupakan buntut dari ketidaktertiban berpikir para pejabat. Ia mempertanyakan tindakan pejabat mempromosikan donasi Akidi Tio tanpa mengecek ke PPATK atau Dirjen Pajak.
Dia berpendapat sanksi tegas perlu diberikan kepada pejabat sebagai efek jera. Dengan begitu, pejabat negara tidak kembali jadi aktor kebohongan publik.
"Saya pikir ini lebih menekan para pejabat, lebih menuntut para pejabat untuk berhati-hati dalam bertindak mengambil keputusan," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Hamid Awaluddin juga menyindir cara berpikir pejabat. Ia menilai para pejabat tidak memakai nalar kritis dalam kasus ini.
Hamid mengatakan kasus Akidi Tio bukan kali pertama pejabat kecele soal janji donasi. Ia mencontohkan kasus seorang pengusaha yang berjanji menyumbang rumah di Palu, Sulawesi Tengah setelah bencana likuefaksi.
Sampai saat ini, tak ada realisasi dari janji tersebut. 'Pembohong' itu, sebutnya, malah sempat diganjar penghargaan Bintang Mahaputra.
Cerita serupa juga datang dari masa Orde Lama saat Presiden pertama RI Sukarno menjamu Raja Idris dan Ratu Markonah. Dua orang itu mengaku sebagai bangsawan yang bersedia menyumbang untuk pembebasan Irian Barat. Nyatanya, Idris adalah tukang becak, sedangkan Markonah adalah pelacur.
"She (Heriyanty) is nobody, from nowhere tiba-tiba kita yakin ada dua triliun [rupiah]? Itu kan nalar kita teraniaya sebenarnya mempercayai," ujar Hamid yang juga dikenal sebagai salah satu Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) pusat tersebut.
Hamid pun menekankan penjatuhan hukum pidana kepada Heriyanty, sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas penyebaran dugaan donasi bodong.
Sebelumnya, publik dihebohkan serah terima donasi dari pengusaha bernama almarhum Akidi Tio. Sumbangan senilai Rp2 tiriliun itu diserahkan ahli waris bernama Heriyanty Tio secara simbolis ke Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol Eko Indra Heri.
Ia menjanjikan uang tersebut cair 2 Agustus 2021, dan bisa digunakan untuk penanganan Covid-19. Namun, uang tak kunjung cair usai tenggat waktu berakhir.
Dalam perkara ini, Heriyanty telah diperiksa terkait dugaan kebohongan oleh Polda Sumsel. Selain itu, Mabes Polri pun telah mengirim tim internal beranggotakan pihak Itwasum dan Divpropam untuk memeriksa Kapolda Sumsel dan jajarannya.
Sebelumnya, Gubernur Sumsel Herman Deru yang hadir saat acara penyerahan simbolis bantuan dari Akidi Tio melalui Kapolda Sumsel itu mengaku diundang secara mendadak.
(dhf/kid)