Adi menambahkan, terlepas baliho itu mendapat penilaian positif atau negatif, yang jelas secara perlahan memori publik sudah memasukkan nama politikus seperti Puan dalam instrumen ingatan mereka sebagai salah satu tokoh yang berpeluang maju dalam Pilpres2024.
Meskipun demikian, menurut Adi, dalam politik, popularitas tidak bisa menjadi satu-satunya acuan mereka akan memenangi pemilihan. Selain itu, tingkat popularitas tidak otomatis bisa meningkatkan elektabilitas.
"Dalam politik popularitas itu tidak bisa otomatis dikonversi menjadi elektabilitas. Orang populer itu belum tentu dan otomatis akan dipilih, masih ada PR lanjutan,"tuturnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, harus ada kerja-kerja nyata oleh Puan yang langsung menyentuh persoalan masyarakat. Apalagi saat ini banyak masyarakat yang terkena dampak pandemi, baik itu dari sektor kesehatan maupun ekonomi.
Lihat Juga : |
Dari sejumlah hasil survei, tingkat elektabilitas putri Megawati Soekarnoputri tu memang masih rendah. Misalnya, dari hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 1 April menyatakan jika tingkat elektabilitas Puan masih berada di angka 1,7 persen.
Kemudian, dari hasil survei Charta Politika pada 29 Maret, tingkat elektabilitas Puan 1,2 persen. Bahkan, hasil sigi Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 22 Februari menyatakan bahwa tingkat elektabilitas Puan berada di angka 0,1 persen.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Cyrus Network Hasan Nasbi, menilai baliho atau billboard memberikan "efek oh" untuk pengenalan awal seorang tokoh politik.
"Efek oh itu, maksudnya oh ada menteri namanya ini, oh ternyata ada ketua DPR yang namanya ini," kata Hasan.
Dijelaskan pula bahwa "efek oh" diperlukan sebagai awal, pengenalan, dari seorang tokoh, kemudian sisanya sang tokoh sendiri yang harus melengkapinya menjadi elektabilitas.
Menurut Hasan elektabilitas tidak mungkin didapat tanpa pengenalan. Oleh karena itu, teknik konvensional lewat baliho bisa menjadi pembuka untuk pengenalan, kemudian dilanjutkan dengan teknik lain yang lebih canggih.
"Jadi, (baliho) menurut saya sah-sah saja dicoba," ujarnya.
Sementara itu Politikus PDIP Hendrawan Supratikno membantah keberadaan baliho Puan bagian dari kampanye pencalonan presiden 2024.
Hendrawan menyebut, partainya saat ini belum berbicara soal agenda politik Pilpres 2024. Ia mengatakan, PDIP saat ini masih fokus membantu pemerintah menghadapi pandemi Covid-19.
"Kami belum berpikir soal 2024. Masih jauh. Yang menjadi fokus sekarang adalah soal penanganan pandemi," kata Hendrawan kepada CNNIndonesia.com, Kamis (5/8).
Sementara Golkar melalui Wakil Ketua Umum Golkar Nurul Arifin mengakui baliho Airlangga terkait 2024. Menurutnya Golkar telah menetapkan Airlangga Hartarto sebagai calon presiden di 2024. Karenanya, sosialisasi kepada masyarakat mulai dilakukan meski pilpres masih tiga tahun lagi.
"Itu keputusan munas dan rapimnas yang menyatakan bahwa Bapak Ketua Umum sebagai kandidat capres yang diusung kader daerah. Pemasangan baliho dan billboard itu salah satu bentuk untuk merealisasikan keputusan itu," kata Nurul Arifin saat dihubungi, Kamis (5/8).