HUT RI KE-76

Gelora Kemerdekaan di Aceh Baru Bergemuruh 29 Agustus 1945

CNN Indonesia
Selasa, 17 Agu 2021 09:35 WIB
Kepulangan Teuku M Hasan dari Jakarta pada 29 Agustus 1945 membuat segalanya menjadi terang. Rakyat Aceh sejak itu tergerak keluar dari bayang kekuasaan Jepang.
Di kemudian hari, warga Aceh membelikan pesawat untuk pemerintah Indonesia dengan nomor RI-001 (Gunawan Kartapranata Via Wikimedia (CC-BY-SA-3.0))

Selepas Indonesia merdeka, Juni 1948 Presiden Sukarno berkunjung ke Aceh, mengumpulkan tokoh pejuang, pengusaha, dan beberapa pemuda di Hotel Atjeh. Dia meminta kepada masyarakat Aceh menyumbangkan pesawat yang sangat dibutuhkan untuk kelancaran perjuangan.

Dengan bantuan para saudagar, pemerintah daerah Aceh dapat membeli pesawat pada akhir bulan Oktober 1948 dengan nomor register RI-001, pesawat itu kemudian oleh Presiden Sukarno diberi nama Seulawah RI-001.

Saat itu rakyat Aceh antusias menyumbang. Rakyat rela pintu rumah mereka digedor di malam hari untuk dimintai sebagian dari emas atau barang lainnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada seorang saksi sejarah penyumbang pembelian pesawat yang masih hidup hingga saat ini yaitu Nyak Sandang. Dia satu di antara masyarakat yang menyimpan bukti obligasi sebagai donatur pembelian pesawat dengan nama Seulawah 001 atau saat ini bernama Garuda Indonesia Airways.

Ia menceritakan, saat itu Gubernur Aceh, Tgk Daud Bere'euh mengunjungi Masjid Lamno, Kabupaten Aceh Jaya untuk bertemu dengan masyarakat. Dia mengumumkan bahwa Presiden Sukarno meminta Rakyat Aceh agar menyumbangkan hartanya supaya Indonesia bisa memiliki pesawat.

Saat itu Indonesia baru saja mendeklarasikan kemerdekaan dan pesawat menjadi transportasi yang sangat penting untuk berpergian. Termasuk untuk mengabarkan kepada dunia bahwa telah berdiri sebuah negara bernama Indonesia.

"Atas seruan Gubernur saat itu, kita rela menyisihkan harta benda, untuk kita sumbangkan. Apalagi ini untuk kepentingan Negara, ada yang menyumbang ayam, kambing, uang bahkan tanah," kata Nyak Sandang saat ditemui di kediamannya, di Desa Lhuet, Kecamatan Jaya, Kabupaten Aceh Jaya.

Nyak Sandang waktu itu berusia 23 Tahun. Ia dan Ayahnya menyumbang sepetak tanah dengan luas di dalamnya 40 batang kelapa. Tanah itu dijual seharga 100 perak pada 1950.

Tanpa pikir panjang dan ikhlas memberikan sumbangan, kata dia, para donatur diberikan bukti surat pernyataan utang (Obligasi).
"Kami dikasih surat ini setelah menyumbang, dan akan dibayar kembali dalam waktu 40 Tahun," ujarnya.

Bukan hanya dia, warga di Lamno saat itu ada juga yang menyerahkan seluruh hartanya untuk di sumbangkan. Namun, 40 Tahun berjalan, janji untuk mengembalikan itu terkubur dalam ingatan warga sekitar, apalagi paska itu Sukarno dilengserkan.

Nyak Sandang masih menyimpan dengan rapi tanda penerimaan uang darinya kepada pemerintah Indonesia. Termaktub keterangan bahwa sumbangan tersebut berbentuk utang pemerintah Indonesia kepada rakyat Aceh.

Tanda penerimaan tersebut memuat jenis utang, jumlah, nama yang mendaftarkan, tahun dan tanda tangan penerima. Semua keterangan tersebut ditulis dalam ejaan lama. Kemudian tulisannya masih terlihat jelas.

Ia menjadi orang Aceh pertama yang membuktikan sejarah bahwa masyarakat Aceh benar telah menyumbang pembelian pesawat untuk Negara lewat obligasi yang dimilikinya.

(dra/bmw)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER