Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih akan menyiapkan rekomendasi yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo selaku atasan dari pimpinan KPK.
Rekomendasi bakal dilayangkan jika KPK tidak menjalankan tindakan korektif atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman sampai batas waktu yang ditentukan berdasarkan perundang-undangan.
Lihat Juga : |
"Sekarang masuk dalam proses mitigasi di keasistenan manajemen mutus atas keberatan KPK dan juga proses resolusi monitoring oleh keasistenan Resmon [resolusi dan monitoring]," kata Najih kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Senin (16/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam waktu resolusi jika LAHP tetap tidak dilaksanakan, baru akan diterbitkan rekomendasi ORI ke Presiden dan DPR," lanjutnya.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, rekomendasi setidaknya berisi mengenai uraian hasil pemeriksaan dan bentuk malaadministrasi yang terjadi. Lalu kesimpulan dan pendapat Ombudsman RI mengenai hal-hal yang perlu dilaksanakan terlapor dan atasan terlapor.
Sifat rekomendasi adalah wajib dilaksanakan.
"Dalam hal terlapor dan atasan terlapor tidak melaksanakan rekomendasi atau hanya melaksanakan sebagian rekomendasi dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Ombudsman, Ombudsman dapat mempublikasikan atasan terlapor yang tidak melaksanakan rekomendasi dan menyampaikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden," bunyi Pasal 38 ayat 4.
Rencana Ombudsman itu sekaligus respons atas sikap KPK yang menolak menjalankan tindakan korektif sebagaimana Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI terkait malaadministrasi dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Diketahui, hari ini merupakan hari terakhir bagi lembaga antirasuah untuk menjalankan tindakan korektif yang bersifat sukarela.
"KPK sudah selesai merespons LAHP tersebut dengan menyatakan keberatan. Keberatan ini bagian dari mekanisme sah yang diatur dan berlaku pada proses pemeriksaan oleh ORI sendiri," ujar Plt. Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Senin (16/8).
Sebelumnya, Ombudsman RI menemukan penyalahgunaan wewenang, pelanggaran administrasi, dan pelanggaran prosedur dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan TWK pada proses peralihan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Salah satu tindakan korektif Ombudsman RI berisikan agar pimpinan KPK mengalihkan status 75 pegawai tak lolos TWK menjadi ASN. Namun, hingga saat ini lembaga antirasuah masih belum menjalankan hal tersebut.
Sementara dalam saran perbaikan, Ombudsman RI meminta Presiden mengambil alih kewenangan yang didelegasikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) KPK terkait pengalihan status 75 pegawai KPK menjadi ASN.
(ryn/bmw)