Koalisi Desak Kapolri-Jaksa Agung Dalami Kisruh TWK KPK
Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan KPK mendesak Presiden Joko Widodo agar segera menginstruksikan Kapolri dan Jaksa Agung mendalami temuan Komnas HAM soal tes wawasan kebangsaan (TWK).
Koalisi menilai penyidikan perlu didalami guna mendalami dugaan obstruction of justice atau upaya menghalang-halangi keadilan selama proses TWK.
"Meminta Presiden RI untuk memerintahkan Kapolri melalui Kabareskrim dan/atau Jaksa Agung segera melakukan penyidikan atas dugaan-dugaan tindak pidana Obstruction of Justice atau dugaan-dugaan tindak pidana lainnya dalam proses TWK," kata koalisi dalam keterangannya, Senin (16/8).
Koalisi menilai, hasil temuan Komnas HAM soal TWK semakin menegaskan dugaan operasi terencana untuk menyingkirkan pegawai KPK lewat narasi Taliban.
Narasi Taliban kali pertama dibuat pada 2019 oleh Ketua Presidium Indonesia Police Watch, dan ramai saat proses revisi UU KPK. Koalisi menilai para pihak yang terlibat dalam TWK adalah orang yang sama atau setidaknya beririsan dalam revisi.
Koalisi menilai, TWK merupakan tindakan obstruction of justice berdasarkan sejumlah indikasi, di antaranya seperti menyasar beberapa pegawai yang terlibat langsung dalam penanganan kasus korupsi.
Mereka sengaja ditarget lewat profiling yang dilakukan secara ilegal. Apalagi, para pegawai yang disingkirkan merupakan sosok sentral, seperti tujuh kasatgas penyidik maupun penyelidik, yang tengah menangani beberapa kasus penting.
"Berbagai pelanggaran HAM dalam laporan Komnas HAM dengan berbagai modusnya.. Menunjukkan 5 Pimpinan KPK secara kolektif kolegial telah melakukan pelanggaran etika, hukum administrasi pemerintahan, hukum HAM, bahkan terindikasi terlibat dalam operasi Obstruction of Justice untuk melemahkan KPK," kata koalisi.
Selain agar ditindaklanjuti oleh Polri, koalisi juga meminta Presiden Jokowi terlibat langsung dalam menangani polemik TWK. Mereka meminta Jokowi agar 75 pegawai diangkat menjadi ASN.
Jokowi juga diminta agar memecat Firli, Kepala BKN Bima Haria Wibisana, dan sejumlah kepala lembaga lain yang terlibat TWK. Menurut koalisi, Firli telah terbukti melanggar Pasal 32 UU KPK atas pelaksanaan TWK.
"Pimpinan KPK diberhentikan ketika melakukan perbuatan tercela sesuai dengan Pasal 32 UU KPK yang telah dibuktikan melalui adanya hasil pemeriksaan Komnas HAM dan Ombudsman," kata koalisi.
"Presiden RI juga wajib menghormati dan melaksanakan Pertimbangan Mahkamah Konstitusi yang jelas memandatkan bahwa Proses alih status Pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh sama sekali merugikan Pegawai KPK," imbuh koalisi.
Adapun sejumlah organisasi yang tergabung dalam koalisi yakni, YLBHI, ICW, LBH MU PP Muhammadiyah, LBH Jakarta, Pusako Universitas Andalas, PSHK, Pukat UGM, dan sejumlah organisasi lain.
Dalam hasil temuan yang dirilis hari ini, Senin (16/8), Komnas HAM mendapati 11 pelanggaran dalam TWK KPK. Beberapa di antaranya yakni, hak atas keadilan dan kepastian hukum, hak perempuan, hak bebas dari diskriminasi (ras dan etnis), hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, hak atas pekerjaan, hak atas rasa aman.
Atas temuan itu, Komnas HAM mengeluarkan lima rekomendasi. Beberapa di antaranya seperti, meminta Jokowi mengambil alih seluruh proses TWK; permintaan agar Jokowi mengevaluasi secara menyeluruh terhadap proses penyelenggaraan asesmen TWK untuk pegawai KPK dalam alih status jadi ASN; hingga pemulihan nama baik 75 pegawai KPK tak lolos TWK.
(thr/ain)