PKS Nilai Bahas Amendemen UUD 1945 Saat Pandemi Tidak Tepat

CNN Indonesia
Rabu, 18 Agu 2021 20:18 WIB
Sekjen PKS berpendapat pembahasan amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 tidak tepat, karena saat ini masih pandemi covid-19.
Sekjen PKS Aboe Bakar Al Habsy. (Arsip PKS)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sekretaris Jenderal DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Aboe Bakar Al Habsy, mengatakan bahwa pembahasan amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 tidak tepat dilakukan di tengah pandemi Covid-19.

Pasalnya, menurutnya, banyak rakyat yang sedang berduka dan kesusahan saat ini. Dia berkata, pembahasan amendemen UUD 1945 di tengah pandemi akan membuat rakyat berpandangan bahwa pemangku kepentingan lebih mementingkan kekuasaan dibandingkan nasib rakyat.

"Jika saat ini membahas amandemen UUD 1945 seolah tidak peka dengan situasi ini, apalagi ketika yang dibahas adalah penambahan masa jabatan presiden," kata Aboe dalam keterangannya, Rabu (18/8).

"Jika dipaksakan rakyat, tentu akan melihat ada pihak yang lebih mementingkan kekuasaan dari pada nasib rakyat," imbuhnya.

Dia menyatakan, semua elemen bangsa seharusnya fokus dan berupaya untuk menangani pandemi Covid-19 saat ini, baik dalam hal tetkait layanan kesehatan untuk mengurangi risiko kematian akibat Covid-19 atau pemulihan ekonomi agar rakyat bisa bertahan hidup di tengah penerapan kebijakan PPKM.

"Dari pada membahas amandemen UUD 1945, lebih urgen jika saat ini kita menyiapkan roadmap jangka panjang penanganan Covid-19, karena kita pahami salus populi suprema lex esto, keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi. Jadi tidak ada yang lebih penting dari pada keselamatan rakyat, ini harus kita pegang teguh," katanya.

Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan UUD 1945 bukan sebuah kitab suci. Menurutnya, penyempurnaan UUD 1945 tidak boleh dianggap sebagai hal yang tabu karena konstitusi akan tersebut berkembang sesuai dengan dinamika dan kebutuhan masyarakat secara alamiah.

"UUD 1945 memang bukanlah kitab suci, karenanya tidak boleh dianggap tabu jika ada kehendak untuk melakukan penyempurnaan," kata Bamsoet saat berpidato di acara peringatan Hari Konstitusi sekaligus perayaan HUT ke-76 MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (18/8).

Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengapresiasi rencana MPR yang hendak mengkaji substansi Pokok-pokok Haluan Negara PPHN dalam rencana amendemen UUD 1945 sebagai langkah pembangunan Indonesia secara berkesinambungan.

"Agenda MPR untuk mengkaji substansi dan bentuk hukum Pokok-pokok Haluan Negara juga perlu diapresiasi untuk melandasi pembangunan Indonesia yang berkelanjutan lintas kepemimpinan," kata Jokowi saat berpidato dalam Sidang Tahunan MPR, Senin (16/8).

Tunda Amendemen

Partai Amanat Nasional (PAN) mengusulkan agar rencana amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 ditunda lebih dahulu bila belum siap.

Ketua DPP PAN, Saleh Partaonan Daulay, menyatakan bahwa rencana mengamendemen UUD 1945 sebaiknya dimulai dengan melakukan kajian secara lebih komprehensif lebih dahulu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau belum siap, sebaiknya ditahan dulu. Lakukan dulu kajian lebih komprehensif. Pengkajian itu sendiri dapat dianggap sebagai bagian dari proses amendemen," kata Saleh kepada wartawan, Rabu (18/8).

Ia berkata, amendemen UUD 1945 bukan pekerjaan mudah. Pasalnya, menurutnya, perubahan atas pasal-pasal di UUD 1945 akan berimplikasi luas dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Saleh berharap seluruh kekuatan politik, masyarakat sipil, akademisi, tokoh masyarakat dan agama, hingga berbagai elemen lainnya dapat merumuskan agenda dan batasan sebelum membuka pintuamendemen1945. Menurutnya, amendemen UUD 1945 tidak boleh dilakukan hanya demi tujuan politik sesaat.

"Konstitusi adalah milik seluruh rakyat. Perubahan terhadap konstitusi sebaiknya didasarkan atas aspirasi dan keinginan rakyat. Perubahan itu pun tidak boleh hanya demi tujuan politik sesaat," ujarnya,

Saleh melanjutkan, pemetaan terhadap pokok-pokok dan isu yang akan diubah harus dilakukan agar amendemen UUD 1945 fokus dan terarah.

Bahkan, menurutnya, kesepakatan antara semua fraksi dan kelompok DPD di MPR terhadap peta perubahan yang diajukan juga harus terjalin sebelum pintu amendemen UUD 1945 dibuka agar tidak memunculkan kekhawatiran publik amendemen akan melebar ke isu-isu di luar kesepakatan.

"Sekarang ini, amandemen UUD 1945 disebut sebagai amandemen terbatas. Apa yang membatasinya? Nah, itu tadi kesepakatan politik antar fraksi dan kelompok DPD yang ada di MPR. Agar lebih akomodatif, semua elemen di luar MPR juga perlu didengar dan dilibatkan," katanya.

Saleh juga mengingatkan bahwa pelaksanaan amendemen UUD 1945 tidak mudah secara teknis.

Pasalnya, ia menerangkan, Pasal 37 UUD 1945 menyebutkan bahwa pengajuan perubahan pasal-pasal baru dapat diagendakan apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR, untuk mengubah pasal-pasal sidang harus dihadiri 2/3 dari jumlah anggota MPR, dan putusan untuk mengubah pasal-pasal hanya dapat dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50 persen plus satu dari seluruh anggota MPR.

Menurutnya, situasi pandemi Covid-19 saat ini pun akan menambah sulit langkah amendemen UUD 1945.

"Bila hari ini amandemen UUD 1945 diagendakan lagi, maka kesulitan yang sama tetap akan ada. Ditambah lagi, Indonesia sedang fokus menghadapi pandemi. Tentu akan ada persoalan 'kepatutan' jika melakukan amandemen di tengah situasi seperti ini," ucap anggota Komisi IX DPR RI itu.

(mts/ugo)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER