ANALISIS

Simbol Bundo Kanduang Puan Maharani untuk Sumbar

CNN Indonesia
Kamis, 19 Agu 2021 17:00 WIB
Peneliti komunikasi politik menilai busana adat Bundo Kanduang, yang dipakai Puan Maharani pada 17 Agustus lalu sebagai simbol PDIP meminta maaf ke Sumbar.
Siluet salah seorang ibu berbusana tradisional Luhak Agam Minangkabau di Bukittinggi, Sumatera Barat. (ANTARA FOTO/Ismar Patrizki)

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Andalas, Padang, Asrinaldi, menili langkah Puan mengenakan pakaian adat Sumbar merupakan upaya untuk menunjukkan iktikad kepedulian dari PDIP.

Menurutnya, PDIP terlihat berusaha memperbaiki relasi dengan masyarakat Minangkabau setelah pernyataan Mega--juga Puan jauh sebelumnya--soal Sumbar.

"Memang sorotan yang diberikan ke PDIP, apalagi kalau orang Sumbar agak jelas. Apalagi dengan pernyataan Bu Mega. Saya lihat apa yang ditampilkan Puan itu bagian dari upaya PDIP sebenarnya peduli dengan Sumbar atau Minangkabau," ucapnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Atas dasar itu, dirinya menilai langkah yang dilakukan Puan bisa lebih efektif dalam memberikan klarifikasi atas kritik yang telah disampaikan Mega.

Pesan PDIP Bukan Musuh Sumbar

Sebagai orang keturunan Sumbar, menurutnya, Puan juga ingin menunjukkan diri bahwa dirinya dan partainya bukan musuh masyarakat Sumbar.

"Kalau perilaku orang Sumbar tidak perlu disebutkan, hanya dengan gestur bisa dipahami, karena istilahnya belum disebutkan sudah paham orang itu," ujarnya.

Lebih lanjut, Asrinaldi mengatakan pada dasarnya jumlah pemilih di Sumbar tidak signifikan dibandingkan di Pulau Jawa, karena hanya berjumlah 1,9 persen dari pemilih nasional. Namun, ia mengingatkan bahwa masyarakat Minangkabau merupakan simbol dari pendiri bangsa. Sumbar, lanjutnya, juga kerap menjadi kiblat dari pemikiran masyarakat di Pulau Sumatra.

"Jadi paling tidak Padang harus bisa dikuasai beberapa partai tertentu. Selama ini, Gerindra. PDIP sebenarnya bukan enggak menang, dia suaranya signifikan karena punya di beberapa DPRD," ucap dia.

Berangkat dari itu, Asrinaldi berkata, PDIP harus membangun komunikasi yang lebih intens dengan masyarakat Sumbar.

Menurutnya, PDIP tidak perlu memberikan pernyataan yang bersifat kritik atau nasihat karena masyarakat Sumbar sudah bisa memahami kepedulian orang lain walau hanya lewat simbol.

"Komunikasi dengan simbolik tidak perlu diberikan kritik atau nasihat. Dengan simbol orang paham. Ini yang perlu dipahami PDIP, karena ceplas-ceplos Bu Mega kadang jadi persoalan walau sebenarnya baik tapi takutnya jadi salah tafsir," tuturnya.

(mts/kid)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER