Tunanetra Hartoyo Menolak Menyerah pada 'Gelap' dan Pandemi

CNN Indonesia
Sabtu, 21 Agu 2021 13:48 WIB
Pendemi covid-19 menyusahkan semua kalangan tanpa pandang bulu. Seorang tunanetra di Sragen makin kesulitan untuk bertahan hidup di masa pendemi ini.
Hartoyo,tunanetra warga Sragen saat menerima bantuan berupa gerobak untuk berujalan. (CNN Indonesia/ Melani Putri)
Sragen, CNN Indonesia --

Hartoyo (54) duduk tegap di depan gerobak angkringan yang baru. Ia tampak terlihat memandang ke depan, meski gelap sebenarnya menyelimuti.

Kulitnya kecoklatan terbakar terik matahari. Kulit keriput di balik maskernya nampak jelas setiap kali dia bercengkerama dengan orang lalu lalang.

Sekilas, Hartoyo tampak seperti orang biasa kebanyakan. Bicaranya jelas, lugas, dan cakap. Gerak-gerik tubuhnya selalu bersemangat. Pandangan matanya pun tertuju pada orang yang bicara. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun sebenarnya, Hartoyo adalah tunanetra.

"Iya saya ini buta, tapi bukan berarti tidak bisa apa-apa," kata bapak empat anak itu saat ditemui CNNIndonesia.com, di Sragen, Jawa Tengah, Jumat (20/8).

Hartoyo adalah salah seorang disabilitas penerima bantuan sosial kewirausahaan dari Kementerian Sosial berupa gerobak jualan.

Bantuan gerobak itu, kata Hartoyo, akan digunakan untuk membuka angkringan nasi kucing, kudapan ringan, dan wedangan di sekitar Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah, selepas pandemi Covid-19 membaik.

"Buat jualan angkringan nanti, kalau Covid-19 nya sudah pergi," ujar Hartoyo singkat, enggan terlalu berharap pada masa depan.

Hartoyo lahir dan dibesarkan di Purwodadi, anak seorang buruh tani di salah satu desa di sana. Sejak lahir hingga usianya lebih dari setengah abad, ia tak punya rumah, tak punya tanah, apalagi lahan pertanian.

"Begini saja, jualan kopi, dulu sempat buka angkringan sama istri waktu belum pandemi," katanya.

Sebelum pandemi, Hartoyo dan istri bisa mendapat penghasilan Rp200 ribu sehari dari berjualan angkringan mulai pukul 17:00-05:00 WIB setiap harinya. Pendapatan itu, bisa dia gunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari berupa sewa rumah dan keperluan makan keluarga.

Namun penghasilan itu hilang diterjang pandemi Covid-19 sejak 2020 lalu. Semenjak Covid-19, pendapatannya menurun drastis, bahkan dia pernah hanya mendapat Rp50 ribu setelah semalaman berdagang.

Kondisinya tak kunjung membaik seiring dengan kenaikan kasus Covid-19 di Jateng, dia pun tak bisa berjualan karena pembatasan mobilitas masyarakat.

"Sudah setahun enggak jualan lagi, wis ora ono modal [sudah tidak ada modal], wis entek [sudah habis]," ucap Hartoyo.

Dari berjualan angkringan, Hartoyo kemudian banting setir jadi buruh lepasan. Di tengah keterbatasan penglihatannya, dia mencoba bekerja jadi petani di lahan milik orang lain, hingga membantu berkebun singkong dan palawija milik tetangganya.

Sang istri, selama setahun ini berperan sebagai kepala keluarga yang menafkahi. Cerita Hartoyo, istrinya membantu keuangan keluarga dengan bekerja sebagai pembantu rumah tangga, menjadi buruh cuci-setrika, hingga mengasuh anak jika diminta.

Sementara anak-anak Hartoyo, dua orang sudah menikah dan dua lainnya diasuhkan ke orang lain.

"Kalau penglihatan saya gelap iya ora opo (tak mengapa), yang penting anak-anak saya hidup sehat, istri hidup sehat, kita usaha dan dipertemukan dengan orang-orang baik," ujarnya.

Sama seperti orang kebanyakan, Hartoyo juga ingin pandemi Covid-19 segera berakhir agar dia dan istri bisa berjualan seperti biasa, tanpa menggantungkan hidup pada orang lain.

"Harapannya itu saja, semoga pandemi Covid-19 berakhir, biar bisa usaha lagi," tuturnya.

(sur/mln/sur)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER