Pegawai nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengkritik keras sebutan penyintas korupsi yang disematkan KPK kepada para narapidana kasus korupsi. Novel juga menyindir rencana KPK menjadikan eks narapidana kasus korupsi sebagai penyuluh antikorupsi.
Kata penyintas berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah korban atau orang yang mampu bertahan hidup. Novel menilai sebutan penyintas itu keterlaluan.
"Perilaku pimpinan KPK aneh dan keterlaluan. Apakah tidak paham atau tidak peduli terhadap korupsi? Ketika menyebut koruptor sebagai penyintas (korban), lalu pelakunya siapa? Negara?," cuit Novel, Minggu (22/8) di akun Twitter, @nazaqistsha.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pantas saja mau jadikan koruptor sebagai penyuluh antikorupsi. Pegawai yang kerja baik disingkirkan," lanjutnya.
Sebelumnya, Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana menyebut napi koruptor sebagai penyintas. Menurut dia, napi korupsi mendapatkan pelajaran berharga yang dapat disebarluaskan ke masyarakat usai menjalani proses hukum.
![]() |
Gagasan tersebut disampaikan Wawan dalam agenda penyuluhan antikorupsi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Rabu (31/3). Acara tersebut diikuti 25 narapidana kasus korupsi yang mendapat program asimilasi dan masa penahanannya hendak berakhir.
Ketua KPK, Firli Bahuri juga berujar bahwa narapidana kasus korupsi bisa menjadi agen antikorupsi ketika sudah berbaur di masyarakat kelak.
"Paling penting lagi para pelaku korupsi yang sudah menjalani hukuman itu bisa menyebarkan bahaya korupsi, sehingga mereka kita jadikan sebagai agen untuk penyuluh antikorupsi supaya tidak melakukan korupsi," kata Firli kala itu.
Narapidana yang mengikuti penyuluhan antikorupsi ini adalah mereka yang ditangani oleh KPK dan Kejaksaan.
(dmi/wis)