Wakil Ketua MPR dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid menyampaikan amendemen UUD 1945 kelima hingga saat ini masih menjadi wacana di parlemen.
Dia bahkan menyebut peluang amendemen disahkan hingga saat ini masih tipis. Pasalnya, tak ada satu pun fraksi di MPR yang menurutnya mendukung wacana pembentukan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) lewat amendemen.
"Untuk hari ini, di fraksi MPR belum ada satu pun yang menyetujui itu [amendemen]. Tetapi saya membaca hasil survei kecil tadi, kecil kemungkinan akan terjadi amandemen," kata Jazilul dalam rilis survei Fixpoll, Senin (23/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Survei yang dimaksud Jazilul merupakan survei yang dirilis Fixpoll Research dan Strategic Consulting. Hasil survei menunjukkan mayoritas masyarakat bersikap netral, bahkan menolak wacana amendemen UUD 45 kelima yang disinggung Ketua MPR, Bambang Soesatyo dalam sidang tahunan MPR 16 Agustus lalu.
Dengan tingginya persentase penolakan dari masyarakat, ia menilai sulit amendemen bisa lanjut. Sebab, dengan begitu, kata dia, belum ada kehendak rakyat yang menginginkan amendemen.
"Istilahnya rakyat tidak butuh itu. Apalagi, yang rakyat perlukan itu, kesehatan terjaga. Dapat mengatasi Covid sehingga amendemen bukan kebutuhan mendesak," kata Jazilul.
Dia menjelaskan amendemen yang bergulir saat ini merupakan usulan dari MPR periode sebelumnya. Saat ini, wacana amendemen masih sebatas proses pengkajian oleh Badan Pengkajian MPR.
Sementara itu, Jazilul menyebut bahwa sejumlah fraksi sebelumnya terbagi menjadi dua mazhab, terkait wacana pembentukan PPHN lewat amendemen. Pertama, fraksi yang mendukung PPHN namun tak melalui amendemen. Kelompok tersebut mendukung pembentukan PPHN hanya lewat UU.
Sedangkan, kelompok fraksi kedua yang menyetujui PPHN lewat amendemen UUD. Namun, ia tak mengungkapkan beberapa fraksi atau parpol yang masuk dua mazhab tersebut. Meski demikian, semua mazhab kata dia menolak wacana presiden tiga periode.
"Ada parpol, yang setuju substansi PPHN, tapi tidak melalui amendemen, tapi melalui UU. Sebagian yang lain, ini harus melalui mazhab amendemen arus mengubah UUD," kata dia.
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengungkapkan amendemen terbatas UUD 1945 perlu dilakukan untuk mengakomodasi PPHN. Sekurang-kurangnya, ia mengatakan amendemen bisa berkaitan dengan dua pasal dalam UUD 1945.
"Antara lain penambahan satu ayat pada pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN, serta penambahan ayat pada pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan oleh presiden apabila tidak sesuai dengan PPHN," kata Bamsoet dalam keterangannya, Jumat (20/8).