ANALISIS

PPKM Ibarat Obat Sementara yang Belum Mujarab

CNN Indonesia
Selasa, 24 Agu 2021 11:48 WIB
Sejumlah pakar menilai masih banyak kelemahan dalam pelaksanaan PPKM. Pelaksanaan PPKM dianggap hanya mampu menghindari skenario terburuk.
Foto: CNN Indonesia/Adi Maulana

Permasalahan data yang tidak sinkron belum juga selesai. Padahal, kata Masdalina, permasalah itu sudah berlangsung sejak awal pandemi.

Masdalina memberi contoh kasus terbaru yaitu terkait beda pemberian zonasi di DKI Jakarta. Satgas menyebut Jakarta sudah keluar dari zona merah. Sekarang zonanya orenye, kecuali Kepulauan Seribu, kuning.Sementara itu, Pemerintah DKI menyebut semua wilayahnya sudah zona hijau.

"Pertanyaannya kondisi sekarang apa?" ucap Masdalina.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dia (pemerintah pusat) bisa misleading, salah ambil keputusan kebijakan. Salah interpretasi," tambahnya.

Analis Data Lapor Covid-19, Said Fariz Hibban menilai sebaiknya zonasi atau level tidak digunakan dalam penerapan PPKM. Sebab, ukurannya bias dan bisa disalahartikan oleh masyarakat.

Ia menyebut, dalam penentuan zonasi dan level pasti ada skala untuk mengukurnya. Ia mengibaratkan level 1 atau zona hijau berkala 0-20. Lalu, zona oranye atau level 2 skalanya 21- 49. Level 3 atau zona kuning semisal 50-74 dan level 4 atau zona merah 75-100.

"Kalau turun level karena skalanya turun dari74 sama 75 hampir gak ada bedanya kan?" ujarnya.

"Oke, saya paham pada akhirnya mengarah ke menekankan status kebahayaan.Tetapi dalam kondisi seperti ini hampir gak berlaku lagi hal-hal seperti itu. Pilihannya cuman ada dua: waspada atau tidak. Kondisi kayak gini mau pilih-pilih bahaya, bagaimana cara mengontrol bahaya sedang atau tidak?" tandasnya.

(yla/ugo)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER