Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata menyatakan lembaganya menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) setiap tersangka korupsi.
Hal tersebut disampaikan Alex ketika menjawab pertanyaan terkait sejumlah tersangka kasus dugaan korupsi yang tidak kunjung diumumkan dan ditahan.
Ia menjelaskan di era kepemimpinan KPK saat ini ada kebijakan yang mengatur bahwa pengumuman tersangka dilakukan bersamaan dengan upaya paksa penangkapan dan penahanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita enggak mau lagi seperti sebelumnya sudah kita umumkan tapi lama sekali baru ditahan, ini masalah HAM seseorang. Masalah juga kalau langsung ditahan terkait dengan argo penahanan istilahnya, karena ada batasan waktu di mana penahanan sampai dilimpahkan ke pengadilan maksimal 120 hari," ujar Alex dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa (24/8).
Pimpinan berlatar belakang hakim tindak pidana korupsi ini mengungkapkan keterbatasan sumber daya juga menjadi kendala. Terlebih, jika tersangka sudah ditahan, penyidik memiliki batas waktu penahanan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Kendalanya penyidik banyak perkara yang ditangani, demikian juga JPU [Jaksa Penuntut Umum] juga masih banyak yang berjalan. Jangan proses penyidikan masih lama tapi sudah ditahan sehingga 120 hari enggak terkejar. Jadi, otomatis lepas demi hukum. Percuma," terang Alex.
KPK jadi sorotan usai dituding mengabaikan hak asasi manusia dalam sejumlah kegiatan beberapa waktu terakhir. Teranyar, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menyimpulkan terdapat 11 pelanggaran HAM dalam proses alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui metode asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Beberapa di antaranya yakni hak atas keadilan dan kepastian hukum, hak perempuan, hak untuk tidak didiskriminasi, hingga hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Dalam kesempatan tersebut, Alex turut mengklaim KPK telah menyelamatkan potensi keuangan negara sekitar Rp22 triliun sepanjang semester I tahun 2021. Penyelamatan itu hasil kerja sama dengan pemerintah daerah (pemda).
"KPK bersama-sama pemerintah daerah telah menyelamatkan potensi kerugian negara senilai total Rp22.270.390.872.363 dalam satu semester 2021," ujar dia.
Angka itu terdiri dari penagihan piutang pajak daerah senilai total Rp3,8 triliun; penyelamatan aset daerah dengan sertifikasi bidang tanah pemda dengan perkiraan nilai aset mencapai total Rp9,5 triliun; penyelamatan aset daerah dengan dilakukannya pemulihan dan penertiban aset bermasalah senilai total Rp1,7 triliun; dan penyelamatan aset prasarana, sarana dan utilitas (PSU) atau fasilitas sosial dan fasilitas umum (Fasos/Fasum) senilai total Rp7,1 triliun.
Alex berujar pihaknya mendorong dilakukannya inovasi dalam pengelolaan pajak untuk meningkatkan pajak daerah, seperti implementasi tax clearance, pengkinian database, dan penggunaan teknologi untuk meningkatkan penerimaan pajak seperti melakukan koneksi host-to-host.
Selain itu, KPK juga mendorong pemda untuk melakukan penagihan tunggakan pajak.
"Di antaranya, KPK memfasilitasi kerja sama daerah dengan Kejaksaan dalam fungsi sebagai Jaksa Pengacara Negara untuk melakukan penagihan piutang pajak," tutur Alex.
Ia menuturkan sepanjang semester I ini KPK telah melakukan 77 penyelidikan, 35 penyidikan, 53 penuntutan, dan 35 eksekusi. Dari perkara di penyidikan tersebut, Alex menyebut KPK menetapkan 32 orang sebagai tersangka dari total 35 Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang diterbitkan.
(ryn/ain)