Sejumlah pejabat negara mengaku sudah menerima suntikan vaksin virus corona (Covid-19) ketiga atau booster. Bahkan mereka menyampaikan itu di depan Presiden Joko Widodo kala kunjungan kerja ke Kalimantan Timur beberapa waktu lalu.
Pejabat yang mengaku sudah disuntik vaksin ketiga yakni Gubernur Kaltim Isran Noor, Wali Kota Samarinda Andi Harun, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Presiden Jokowi hanya terkekeh menanggapi mereka. Jokowi sempat ditanya sudah disuntik vaksin ketiga atau belum. Dia menjawab belum dan menunggu vaksin jenis Pfizer.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gelagat sejumlah petinggi negara itu dianggap tidak patut, karena seharusnya memprioritaskan tenaga kesehatan menerima booster vaksin terlebih dahulu sesuai dengan arahan Kementerian Kesehatan.
Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo mengkritik para pejabat itu karena melanggar aturan yang dibuat pemerintah sendiri.
"Programnya sudah jelas, aturan sudah jelas, jadi ada cacat moral, ada pelanggaran terhadap aturan yang berlaku. Ada fraud (kecurangan) yang dilakukan oleh pejabat," kata Windhu saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa malam (24/8).
Merujuk surat edaran yang dikeluarkan Kemenkes, vaksinasi Covid-19 dosis ketiga hanya diberikan kepada tenaga kesehatan untuk saat ini. Ketentuan itu dituangkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor HK.02.01/1/1919/2021.
Vaksinasi dosis ketiga bagi nakes menggunakan Moderna. Dalam kasus booster pejabat ini, Gubernur Kaltim mendapat booster vaksin Moderna. Sementara Panglima TNI menggunakan booster dengan metode mesenchymal scretome stem cell (MSC) atau sel punca dan Wali Kota Samarinda menggunakan Vaksin Nusantara.
Jenis vaksin atau metode booster yang diterima Panglima TNI dan Wali Kota Samarinda itu, tidak masuk dalam ketentuan Kemenkes baik soal vaksinasi ketiga maupun program vaksinasi nasional. Meski demikian hal ini pun tak lepas dari kritik.
Windhu menegaskan bahwa masih banyak masyarakat yang kesulitan mendapat jatah vaksin. Terutama di daerah luar Jawa dan Bali.
Namun di sisi yang lain, pejabat negara justru sudah mendapat suntikan vaksin ketiga. Windhu menilai para pejabat negara sebaiknya peka dengan keadaan dan lebih mengutamakan masyarakat yang belum mendapat suntikan vaksin.
"Di tengah keterbatasan pasokan vaksin, kita tidak boleh egois soal booster vaksin ini, sekalipun dia pejabat, gubernur, menteri, bahkan menkes sekalipun," tuturnya.
Terpisah, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Tjandra Yoga Aditama juga mengkritik pejabat publik yang mendapat vaksin dosis tiga atau vaksin booster Covid-19.
Dia menyayangkan ketika surat edaran yang dikeluarkan pemerintah justru dilanggar oleh pejabat pemerintah sendiri.
"Bagaimanapun juga vaksin ketiga ini sudah diputuskan diberikan pada nakes saja. Di luar melukai atau tidak melukai, tapi kita tahu vaksin booster hanya diperuntukkan pada nakes aja. Maka kita patuhi aturan itu, aturan kan dibuat oleh pemerintah sendiri," kata Tjandra saat dihubungi.
Dia juga mengibaratkan menggunakan vaksin dosis tiga untuk pejabat di tengah keterbatasan stok vaksin Covid-19 seperti memberikan dua pelampung untuk satu orang.
Di satu sisi, masyarakat masih banyak yang belum menerima suntikan vaksin dosis pertama. Di sisi yang lain, pejabat negara justru sudah mendapat suntikan dosisi ketiga, plus melanggar aturan yang dibuatnya sendiri.
"Ini contohnya pakai pelampung di kapal, sama seperti kita menyediakan pelampung di kapal untuk jaga-jaga kalau tenggelam. Sekarang orang mendapat pelampung dua biji dan yang lain enggak dapat pelampung," ucapnya.
Sejauh ini,Kemenkes sudah angkat suara ihwal kabar pejabat negara telah disuntik vaksin ketiga atau booster. Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyampaikan pihaknya akan mengevaluasi hal tersebut.
"Pak Menkes sudah menggandeng auditor-auditor kita untuk kemudian nanti dalam pelaksanaannya melakukan evaluasi mengenai ketepatan dari sasaran ini," kata Nadia.
(mln/bmw)