Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Meidina Rahmawati menilai insiden kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Tangerang adalah musibah yang bisa dicegah.
Menurut dia, peristiwa itu hanya menggambarkan Kemenkumham yang selama ini tak serius memperbaiki infrastruktur dan sistem Lapas.
"Berkaitan dengan infrastruktur masuk dalam skema sistem Lapas yang seharusnya bisa dicegah. Dan masuk dalam hal yang harus dievaluasi dalam Lapas," kata dia kepada CNNIndonesia.com, Rabu (8/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan Meidina sekaligus merespons pernyataan Menkumham Yasonna Laoly yang menyebut bahwa kebakaran Lapas Tangerang merupakan musibah.
Selain infrastruktur, Meidina turut menyoroti sejumlah hal yang selama ini menjadi masalah dalam Lapas dan rutan di Indonesia seperti jumlah SDM, sistem kerja, dan pengawasan.
Dalam riset ICJR, Meidina menyebut bahwa saat ini rasio perbandingan petugas Lapas dan narapidana menunjukkan angka yang jomplang. Rata-rata, kata dia, satu petugas Lapas bertanggung jawab atas ratusan narapidana Lapas. Kondisi itu menyebabkan sistem pengawasan di Lapas lemah.
Bahkan, saat malah hari, rasio perbandingannya bisa mencapai 400 narapidana per satu petugas yang berjaga.
"Di sini kan pasti isunya sangat terkait dengan kelebihan rutan dan Lapas. Karena kalau penghuni normal, kondisinya ideal, maka mitigasi bisa lebih efektif," ujar Meidina.
Dia turut menyoroti anggaran dari Kemenkumham, yang 50 persen di antaranya habis untuk konsumsi narapidana. Sementara, anggaran untuk kesehatan dan infrastruktur masih cukup minim. Menurut dia, hal itu tak terlepas dari jumlah penghuni penjara yang melebihi kapasitas.
Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah mulai memikirkan untuk mengurangi kelebihan kapasitas tersebut. Upaya yang bisa dilakukan dengan membebaskan para napi lewat skema asimilasi.
"Skema bekerjanya, dengan tujuan mengeluarkan secepatnya penghuni lewat asimilasi dan gimana caranya mengeluarkan orang-orang, mengurangi penghuni yang begitu banyak," ucapnya.
Sementara itu, Amnesty International (AI) mendesak pemerintah mengevaluasi politik kebijakan terhadap pada pelaku kejahatan ringan buntut insiden kebakaran di Lapas Klas I Tangerang pada Rabu (8/9) dini hari.
Direktur AI, Usman Hamid menilai akar persoalan pada penjara di Indonesia saat ini adalah penghuni penjara yang melebihi kapasitas. Menurut dia, upaya pemerintah untuk mengevaluasi hal itu bisa dimulai dengan membebaskan para pelaku pidana UU ITE dan narkotika.
"Pemerintah dapat membebaskan mereka yang seharusnya tidak pernah ditahan, termasuk tahanan hati nurani dan orang-orang yang ditahan atas dasar pasal-pasal karet dalam UU ITE," kata Usman dalam keterangannya, Rabu (8/9).
Dia berpendapat, kasus pemenjaraan terhadap para pelanggar pasal UU ITE hanya akan membuat kapasitas Lapas dan rumah tahanan semakin penuh.
Usman menyesalkan kehidupan para narapidana di rutan yang penuh sesak sehingga mengancam kesehatan mereka. Menurut dia, insiden Lapas Tangerang semakin menunjukkan urgensi untuk mengatasi masalah penjara di Indonesia yang sarat pelanggaran hak-hak asasi manusia.
Usman mendesak pemerintah melakukan investigasi dan mengusut tuntas penyebab kebakaran. Dia juga meminta pemerintah memenuhi hak para keluarga korban.
"Mereka juga manusia yang berhak atas kondisi penjara yang layak dan hak atas kesehatan," kata Usman.