Penelitian ICW soal Ivermectin Berujung Laporan Moeldoko
Temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) soal keterlibatan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam bisnis obat Ivermectin berbuntut panjang. Teranyar, Moeldoko melaporkan dua orang peneliti ICW ke Bareskrim Polri.
Laporan itu resmi terdaftar dalam nomor perkara LP/B/0541/IX/2021/SPKT/Bareskrim Polri.
"Hari ini saya Moeldoko selaku warga negara yang taat hukum dan pada siang hari ini saya melaporkan saudara Egi (peneliti ICW) dan Saudara Miftah karena telah melakukan pencemaran atas diri saya," kata Moeldoko kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (10/9).
Moeldoko mengatakan, sebelumnya telah membuka banyak kesempatan dan itikad baik bagi terlapor agar meminta maaf dan mencabut pernyataannya soal keterlibatan itu
Namun kata dia, hal itu tak kunjung dilakukan sehingga, diputuskan untuk membawa kasus itu ke ranah hukum.
"Saya datang sendiri sebagai warga negara," ucap dia.
Dalam laporannya Moeldoko mempersangkakan peneliti ICW dengan Pasal 45 ayat (3) jo 27 ayat (3) Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 310 dan/atau Pasal 311 KUHP.
ICW sudah buka suara terkait laporan yang dilayangkan Moeldoko ke Bareskrim itu.
"ICW telah didampingi sejumlah kuasa hukum. Maka dari itu, untuk selanjutnya, pihak kuasa hukum akan mendampingi terlapor guna menghadapi setiap tahapan di Bareskrim Polri," ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, melalui keterangan tertulis.
Meski menghormati langkah hukum itu, ICW meminta Moeldoko memahami posisinya sebagai pejabat publik yang mempunyai tanggung jawab dan selalu mendapat pengawasan dari masyarakat.
Kurnia mengatakan pengawasan itu bertujuan agar Moeldoko tidak mudah memanfaatkan wewenang, jabatan, dan kekuasaannya untuk kepentingan di luar tugas, pokok dan fungsinya sebagai pejabat publik.
"Kami tegaskan kajian ICW terkait dugaan konflik kepentingan Moeldoko dengan pihak swasta dalam peredaran Ivermectin ditujukan untuk memitigasi potensi korupsi, kolusi, dan nepotisme di tengah situasi pandemi Covid-19," kata Kurnia.
Ia mengatakan jika pejabat publik merasa tidak sependapat atas kajian itu, sudah sepatutnya membantah dengan memberikan argumentasi dan bukti-bukti bantahan yang relevan, tidak justru mengambil jalan pintas melalui mekanisme hukum.
Kurnia juga menambahkan, ICW dalam balasan surat somasi juga sudah menyampaikan permohonan maaf atas kekeliruan perihal kerja sama ekspor beras antara Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa.
"Kami sudah sampaikan bahwa terdapat kekeliruan penyampaian informasi secara lisan. Sebab, fakta yang benar adalah mengirimkan kader HKTI ke Thailand guna mengikuti sejumlah pelatihan sebagaimana tertuang dalam dokumen siaran pers," katanya.
(yoa/chs)