Direktur Pendidikan Diniyah Dan Pondok Pesantren, Kementerian Agama, Waryono menegaskan bahwa para santri yang menutup telinga karena enggan mendengarkan musik bukan tanda-tanda menganut paham ekstremisme.
Waryono merespons banyaknya olok-olok soal video yang beredar di media sosial terkait sekelompok orang yang diduga sebagai santri tengah menutup kuping ketika ada diputarkan lagu di duga di tempat vaksinasi.
"Jadi itu bukan tanda-tanda ekstremisme," kata Waryono kepada CNNIndonesia.com, Rabu (15/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Waryono menjelaskan ada pandangan dan respons yang berbeda satu sama lain di pesantren terkait musik. Ia menjelaskan ada kiai pengasuh pesantren yang memperbolehkan santrinya mendengarkan musik. Di sisi lain, juga ada yang tak memperbolehkannya.
"Boleh dan tak boleh ini tergantung pada mahzab kiai," kata dia.
Waryono menjelaskan pertimbangan umum pengasuh pesantren tak memperbolehkan santrinya mendengar musik karena santri masih kecil dan perlu banyak belajar.
Bahkan, kata dia, ada yang menilai musik menyebabkan lalai dan lupa sehingga proses belajar menjadi terganggu. Pasalnya, santri-santri juga diwajibkan untuk belajar menghafal Alquran dan banyak hal lainnya selama belajar di pesantren.
"Itu harus hafal semua. Itu butuh konsentrasi. Makanya kalau butuh konsentrasi kiai melarang jangan mendengarkan musik. Bahkan ada di pesantren-pesantren enggak boleh main HP, enggak boleh nonton TV. Itu bukan fenomena baru," kata dia.
Melihat hal itu, Waryono berharap masyarakat dapat melihat secara proporsional dan saling menghormati.
Sebelumnya banyak pihak yang berkomentar terkait video tutup kuping para santri ketika terdengar musik. Salah satunya dari Putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Yenny Wahid dan Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) Abdul Ghofarrozin.
Keduanya sepakat menyatakan video santri viral dengan narasi tengah menutup telinga di tengah lantunan musik bukan indikator bahwa mereka radikal.
(rzr/sur)