Sejumlah tokoh agama hingga Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) meminta seluruh pihak tidak cepat melabeli ustaz dan para santri yang menutup telinga saat mendengar musik sebagai kelompok radikal.
Hal itu merujuk pada video sejumlah santri yang terlihat menutup telinga saat mendengar musik di lokasi vaksinasi virus corona (Covid-19) yang sempat viral. Perekam video yang diduga ustaz santri-santri itu menyebut bahwa mereka menutup telinga karena ada alunan musik di lokasi.
Sebagian warganet lantas membahas aksi tutup telinga santri sebagai kelompok radikal. Staf Khusus Presiden Diaz Hendropriyono turut mengunggah video itu di akun Instagramnya disertai kritik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kasian, dari kecil sudah diberikan pendidikan yang salah. There's nothing wrong to have a bit of fun !!" kata Diaz lewat akun Instagram @diaz.hendropriyono, Selasa (14/9).
Merespons hal itu, Yenny Wahid, putri Presiden keempat RI yang juga mantan Ketum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, meminta orang-orang tak seenaknya melabeli cap radikal kepada para santri yang menutup telinga saat mendengar musik.
Menurut Yenny, aksi para santri itu bukanlah indikator yang menunjukkan mereka terpapar radikalisme. Yenny mengatakan narasi-narasi yang menyematkan label atau cap kepada orang lain dengan mudah itu justru makin memperuncing keterbelahan di tengah rakyat Indonesia yang plural. Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat untuk saling belajar dan mengerti satu sama lain.
"Jadi kalau anak-anak ini oleh gurunya diprioritaskan untuk fokus pada penghafalan Alquran dan diminta untuk tidak mendengar musik, itu bukanlah indikator bahwa mereka radikal," kata Yenny dalam akun Instagram resmi miliknya @Yennywahid yang sudah diizinkan untuk dikutip juru bicaranya, Imron Rosyadi, Rabu (15/9).
Senada dengan Yenny, Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) M. Ziyad meminta semua pihak menghormati sikap para santri tersebut. Ia yakin para santri itu merupakan para penghafal Alquran yang tengah menjaga hafalannya agar tak terganggu dengan suara musik.
Ziyad meminta agar semua pihak tak sembarang menuduh bahwa santri-santri tersebut radikal. Ia menilai upaya para santri untuk menghafal dan menjaga hafalan Alquran sangat berat. Sehingga tak bisa diganggu oleh sesuatu yang bisa mengganggu konsentrasinya.
"Karena itu harus dijaga dan dihindari oleh santri penghafal Alquran. Yakni suara-suara yang mengganggu konsentrasi hafalannya," kata Ziyad.
Dukungan lain untuk para santri juga datang dari Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Sunanto. Ia meminta para pejabat negara tidak mudah memberi cap atau stereotip radikal terhadap perbedaan pandangan kelompok lain, termasuk terhadap santri menutup kuping saat mendengar musik.
Menurut Sunanto, penting untuk membuka ruang dialog sebelum memberikan cap radikal. Tidak semua perbedaan perlu diserang balik sebagai radikalisme. Baginya, sikap terburu-buru melakukan stereotip akan memperkeruh suasana.
"Radikal itu kalau mau buat kehancuran atau keluar dari NKRI, kalau semua dicap radikal ya bisa berabe," kata Sunanto.
Pemikiran tersebut juga sejalan dengan pandangan Sekretaris Kepala BPIP Achmad Uzair Fauzan. Ia meminta seluruh pihak tidak cepat melabeli ustaz dan para santri yang menutup telinga saat mendengar musik sebagai kelompok radikal.
Uzair mengatakan belum tentu para santri menutup telinga karena menganggap musik haram. Menurutnya, bisa saja para santri terganggu dengan audio yang terlalu keras.
Baginya, perilaku menutup kuping saat terdengar lagu hanya merupakan satu segmen yang berbeda. Terlebih, sama sekali tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan hingga bisa disebut radikalisme.
"Kita jangan tergesa-gesa memberikan judgement, tergesa-gesa mengambil kesimpulan. Kita masyarakat bermedia, ketika media di-share, sering kali lepas konteksnya," kata Uzair.
Uzair berpendapat poin penting dari video tersebut adalah upaya pesantren memfasilitasi santri melakukan vaksinasi. Ia menilai isu soal radikalisme justru mengalihkan pesan utama tersebut.
Dia berpendapat kegiatan pesantren memfasilitasi vaksinasi meruntuhkan argumen soal radikalisme. Menurut Uzair, vaksinasi dilakukan oleh orang-orang yang peduli kesehatan diri dan lingkungannya.
![]() |