Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan resmi melaporkan aktivis Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti ke Polda Metro Jaya, Rabu (22/9).
Laporan terhadap keduanya ini buntut dari konten video berjudul "Ada Lord Luhut Di balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!!". Video ini diunggah oleh Haris dalam akun Youtube.
Dalam percakapan di video itu, disebut bahwa PT Tobacom Del Mandiri, anak usaha Toba Sejahtera Group terlibat dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua. Luhut adalah salah satu pemegang saham di Toba Sejahtera Group.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Luhut menuturkan bahwa laporan ini dibuat lantaran somasi yang ia layangkan tak direspon. Alhasil, jalur hukum pun ditempuh. Usai membuat laporan, Luhut pun sempat bahwa tidak ada kebebasan yang absolut.
"Saya ingatkan tidak ada kebebasan absolut, semua kebebasan bertanggung jawab jadi saya punya hak untuk bela hak asasi saya," kata Luhut.
Tak hanya itu, Luhut juga kembali membantah tuduhan bahwa dirinya bermain bisnis tambang di Papua. Apalagi, kata Luhut, tak ada bukti atas tuduhan tersebut.
Laporan ini diterima dengan nomor STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA, 22 September 2021.
"Dan pasal yang sudah dilaporkan ini ada sampai 3 pasal. Pertama UU ITE, kemudian pidana umum, dan kemudian juga ada mengenai berita bohong," ucap pengacara Luhut, Juniver Girsang.
Tak hanya pidana, Luhut juga mengajukan gugatan perdata terhadap Haris dan Fatia. Luhut menggugat keduanya sebesar Rp100 miliar atas pencemaran nama baik.
"Rp100 miliar ini kalau dikabulkan oleh hakim akan disumbangkan kepada masyarakat Papua. Itulah saking antusiasnya beliau membuktikan apa yang dituduhkan itu tidak benar dan merupakan fitnah pencemaran," ucap Juniver.
Sementara itu, Nurkholis Hidayat selaku kuasa hukum Haris menilai langkah hukum yang diambil Luhut tidak terpuji dan memberikan preseden buruk dalam upaya partisipasi dan pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah.
Nurkholis juga menilai bahwa upaya hukum terhadap kliennya ini sebagai bentuk pembungkaman terhadap masyarakat. Sebab, tak pantas seorang pejabat pemerintah menggunakan institusi negara untuk kepentingan pribadinya.
"Kita berharap kepolisian RI untuk menghormati konstitusi dan berani menghentikan setiap upaya pemidanaan dengan motif yang bertujuan membungkam suara kritis warga negara," ujarnya.
Di sisi lain, kuasa hukum Fatia, Asfinawati menyebut Luhut bersikap otoriter karena menggugat kliennya dan Haris.
Pasalnya, sebagai pejabat publik Luhut mestinya tak merespon sebuah kritik dengan upaya hukum. Melainkan, membuktikan kritikan itu dengan data-data yang mumpuni.
"Jadi seharusnya masyarakat yang mengawasi pemerintah, ini malah terbalik, malah pemerintah mengawasi rakyat dan kemudian mengkriminalisasi rakyat, itu yang otoriter," kata Asfinawati.
Lebih lanjut, Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana beranggapan bahwa Fatia dan Haris Azhar tak bisa dipolisikan atas tuntutan pencemaran nama baik.
"Apa yang disampaikan oleh Fatia adalah riset, kajian, yang semestinya direspon bukan dengan cara represif, bukan somasi, atau mengkriminalisasi. Mestinya Luhut menyampaikan klarifikasi kalau itu memang tidak betul," kata Arif.
"Saya kira sangat tidak patut ketika ada informasi berbasis kajian akademik dijawab dengan ancaman hukum dan kriminalisasi," imbuhnya.