Polisi memastikan kebakaran yang terjadi di Lapas Kelas 1 Tangerang, Banten disebabkan oleh korsleting listrik. Kesimpulan itu berdasarkan hasil keterangan ahli.
"Penyebab kebakaran itu adalah karena korsleting listrik atau short circuit," kata Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat di Polda Metro Jaya, Rabu (29/9).
Tubagus menjelaskan korsleting listrik terjadi karena kabel yang tidak sesuai hingga intalasi listrik yang berantakan. Menurutnya, hambatan itu membuat arus listrik menjadi tak terkendali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi penyebabnya adalah korsleting listrik, penyebab dari korsleting listrik ada karena hambatan yang tidak tepat, kabel yang tidak sesuai, pemasangan instalasi yang acak acakan, tidak terkontrol melalui MCB atau Miniatur Circuit Break," tuturnya.
"Ketika ini dipasang tidak sesuai dengan ketentuan, dipasang secara langsung, maka MCB menjadi tidak berfungsi, terjadi percikan. Itu penyebab titik apinya," imbuhnya.
Terkait pola penyebaran api, Tubagus menyebut berkaitan dengan tiga hal, yakni sumber panas, oksigen, dan bahan bakar. Dia menyebut triplek di lapas sebagai bahan bakar yang bisa menyulut api menjadi membesar.
Dalam kasus ini, polisi menetapkan enam tersangka, mulai dari warga binaan hingga pegawai lapas.
Para tersangka yakni RU, S, dan Y yang merupakan petugas lapas. Mereka dikenakan Pasal 359 KUHP dan terancam hukuman pidana paling lama lima tahun penjara.
Lalu, tiga tersangka lainnya yakni warga binaan berinisial JMN, PBB selaku pegawai Lapas, dan Kasubag Umum berinisial RS. Untuk tiga tersangka, dikenakan dengan Pasal 188 KUHP Jo Pasal 55 KUHP Jo Pasal 56 KUHP.
Peneliti Imparsial Hussein Ahmad berpendapat pemerintah bisa saja dituntut secara pidana atas kasus kebakaran Lapas Kelas I Tangerang, karena telah mengabaikan kondisi lapas yang sudah tidak layak.
Dalam kasus ini, pemerintah mengakui bahwa instalasi listrik di lapas itu belum dibenahi sejak berdiri pada 1972. Atas hal tersebut, menurut dia, pemerintah sudah mengetahui masalah tersebut, namun cenderung mengabaikan.
"Orang yang tidak mengambil kebijakan untuk selesaikan masalah ini juga harus dituntut secara pidana dalam konteks ini," kata Hussein dalam sebuah diskusi virtual, Minggu (12/9).
(dis/pmg)