Drama Isu Taliban hingga HTI Iringi Pemecatan Pegawai KPK

CNN Indonesia
Senin, 04 Okt 2021 09:15 WIB
Pemecatan puluhan pegawai KPK dengan dalih tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk jadi Aparatur Sipil Negara (ASN) diwarnai isu keterkaitan taliban atau HTI.
HTI telah dicabut badan hukumnya oleh pemerintah pada Juli 2017 silam karena dinilai menyebarkan paham khilafah yang tak sesuai dengan Pancasila. (AFP PHOTO/Jewel SAMAD)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemecatan puluhan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan dalih tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk jadi Aparatur Sipil Negara (ASN) diwarnai isu keterkaitan taliban atau Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Sehari sebelum 57 pegawai KPK mengakhiri masa kerjanya, muncul unggahan surat terbuka dengan atas nama Iwan Ismail bertanggal 29 September 2021.

Iwan mengaku sebagai eks Satpam KPK yang dipecat karena memotret bendera yang kerap dikibarkan kelompok HTI di sebuah meja kerja di ruang lembaga antirasuah tersebut. Foto itu menjadi viral dan berbuntut pada pemberhentian dirinya sebagai tenaga pengamanan dengan status pegawai tidak tetap di KPK pada 2019 silam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian pada 1 Oktober, secara resmi KPK pun buka suara atas surat terbuka dari Iwan itu. Dalam keterangan resminya, Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri pun mengatakan, Iwan dipecat karena perbuatannya termasuk kategori pelanggaran berat dalam disiplin pegawai KPK juga telah melanggar kode etik di lembaga itu yang diatur lewat Peraturan Komisi: Perkom 10/2016 dan Perkom 7/2013.

"Dalam peristiwa penyebaran foto bendera mirip HTI di salah satu ruang kerja Gedung KPK Merah Putih pada September 2019, Tim langsung melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi, bukti dan keterangan lain yang mendukung. Sehingga disimpulkan bahwa yang bersangkutan sengaja dan tanpa hak telah menyebarkan informasi tidak benar (bohong) dan menyesatkan ke pihak eksternal. Hal tersebut kemudian menimbulkan kebencian dari masyarakat yang berdampak menurunkan citra dan nama baik KPK," ujar Ali dalam keterangan resminya.

Dari pemeriksaan, kata Ali, pegawai yang memasang bendera tersebut terbukti tidak memiliki afiliasi dengan kelompok/organisasi terlarang, sehingga tidak terdapat peraturan yang melarang atas perbuatannya.

Sementara itu, Iwan membantah pernyataannya mengenai pemasangan bendera HTI di salah satu meja pegawai adalah hoaks. Ia mengklaim melihat dengan jelas bendera tersebut dan sempat mengambil gambar bendera itu.

"Ini bukan hoaks, bendera itu benar ada, bisa diperiksa rekaman CCTV waktu saya motret," kata Iwan, Minggu (3/10).

Bukan yang pertama

Isu serupa HTI di KPK saat ini bukan lah yang pertama. HTI sendiri diketahui telah dicabut badan hukumnya pada Juli 2017 silam karena dinilai menyebarkan paham khilafah yang tak sesuai dengan Pancasila.

Sejak isu taliban menguat pada 2019 silam--yang juga pada waktu bersamaan ada proses pemilihan pimpinan baru KPK juga revisi UU KPK-- lembaga antirasuah itu sering dikait-kaitkan dengan organisasi dan aliran Islam ekstrem kanan.

Pada 2019 menjelang pemilihan pimpinan KPK misalnya. Saat itu, beberapa pegawai KPK dituding bergolongan Taliban.

Isu itu mulanya diembuskan oleh Presidium Indonesian Police Watch (IPW) saat itu, Neta S Pane. Neta beranggapan, kubu Taliban merujuk pada kubu Novel Baswedan, dan polisi India merujuk pada kubu di luar Novel Baswedan.

Neta--yang meninggal pada 16 Juni 2021-- pada 2019 lalu menuding bahwa polisi Taliban memiliki posisi sangat kuat di KPK dan bisa menentukan kasus mana yang harus diangkat ke permukaan atau dikandangkan.

"Di KPK muncul isu adanya perang Bubat antara kelompok polisi India dan kelompok polisi Taliban," ucap Neta.

Selain Neta, pegiat media sosial Denny Siregar juga menulis artikel 'Ada Taliban di Dalam KPK?' di akun Facebook pribadinya pada 13 Juni 2019. Menurutnya, Novel Baswedan dan mantan komisioner KPK Bambang Widjojanto sebagai bagian dari kelompok polisi Taliban itu.

Dianggap sebagai Pelemahan KPK

Baik isu HTI dan Taliban, keduanya dianggap sebagai upaya pelemahan KPK. Novel menilai, isu-isu radikalisme yang diembuskan kepada KPK adalah untuk mengganggu kerja-kerja lembaga antirasuah.

"Kawan-kawan sudah bisa menandai bahwa bila isu itu diembuskan, biasanya ada kepentingan mereka yang terganggu di KPK," kata Novel kepada CNNIndonesia.com melalui keterangan tertulis, Senin (25/1).

"Dan selama ini memang demikian, bila KPK sedang bekerja benar untuk perangi korupsi, maka mereka (para pendukung koruptor) menyerang menggunakan isu itu," sambungnya.

Belakangan Novel juga menjadi bagian dari 57 pegawai KPK yang dipecat karena tidak bisa alih status jadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sesuai ketentuan perundang-undangan imbas tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK). Sebagai informasi, alih status jadi ASN merupakan keharusan setelah UU KPK yang direvisi pada 2019 mulai berlaku meski tanpa tanda tangan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Sejak pengumuman hasil akhir TWK menjadi syarat alih status ASN, dan yang tak lolos akan 'tertendang', Novel dkk didukung barisan masyarakat sipil hingga elemen mahasiswa mencoba memperjuangkan nasib. Segala jalur pun hampir seluruhnya sudah dilalui dari uji materi di Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Ombudsman RI, Komnas HAM, Komisi Informasi Pusat, hingga penyampaian aspirasi di jalanan di sejumlah daerah.

Namun, pemerintah dan KPK bergeming hingga akhirnya Novel dkk pun terdepak dari lembaga antirasuah tersebut. Ombudsman RI dan Komnas HAM telah mengirimkan rekomendasinya kepada Presiden RI Jokowi soal dugaan malaadministrasi dan pelanggaran hak asasi dalam proses TWK KPK. Namun, hingga 30 September 2021, Jokowi selaku kepala pemerintahan tak jua mengabulkan permohonan Komnas HAM untuk audiensi soal rekomendasi mereka, juga tak melaksanakan rekomendasi Ombudsman RI.

Infografis Posisi Pegawai KPK yang Dipecat

Baca halaman selanjutnya tentang kontranarasi Taliban dan Radikalisme Pegawai KPK

Kontranarasi Taliban hingga Radikalisme Pegawai KPK

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER