Mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tata Khoiriyah blak-blakan ihwal kontroversi yang diduga bendera Hizbut Tahrir (HTI) berada di meja salah satu penyidik. Tata yang juga menjadi bagian dari 57 pegawai KPK dipecat gara-gara TWK itu membuat tulisan itu yang diunggah laman Facebook pribadinya. Tata juga mengunggah tangkapan layar tulisan tersebut di akun Twitter miliknya, @tatakhoiriyah.
"Ada beberapa poin yang coba saya jelaskan. Bukan kapasitas sebagai Biro Humas ya gaes ... tapi karena terlalu jauh dikaitkan dan pembenaran taliban atas 57+ pegawai KPK yang disingkirkan lewat TWK yang melanggar HAM dan Maladministrasi," demikian salah satu utas kicauan Tata di akun twitternya, Minggu (3/10).
"Saya sedih karena narasi [bendera HTI] itu muncul dan beredar di kalangan nahdliyyin. Circle yang sama dengan saya. Sehingga saya punya tanggung jawab moral untuk menjelaskan," kata Tata dalam tulisan yang tangkapan layarnya ia unggah ke utas Twitter dengan judul "Kontroversi bendera HTI di meja pegawai KPK. Apa yang sebenarnya terjadi?".
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pangkal masalah ini bermula dari surat terbuka petugas keamanan (satpam) di KPK, Iwan Ismail yang mengaku mendapat perlakuan tidak adil. Dalam surat itu, Iwan mengaku dipecat setelah memotret bendera tersebut di lantai 10 Gedung KPK. Terkait hal itu, Tata menjelaskan bahwa Iwan sebetulnya merupakan pegawai tidak tetap (PTT) yang ditempatkan di bagian pengamanan rutan. Tugasnya sehari-hari adalah pengamanan terhadap tersangka dari rutan KPK atau rutan lainnya selama menjalani pemeriksaan.
Oleh karena itu, menurut dia, Iwan memiliki akses yang terbatas dan khusus untuk bisa memasuki ruangan-ruangan di KPK. Menurut Tata, sistem pengamanan di KPK sangat ketat dan dibatasi.
Ada pembagian akses yang ditentukan berdasarkan kewenangan tugas. Ia berujar, saat masih bekerja di Biro Humas KPK, ia hanya dapat mengakses ruangan yang bersifat publik dan lingkup kesekjenan.
Lihat Juga : |
Menurut Tata, ruangan penindakan (tim penyelidik, penyidik, penuntut, labuksi, monitor) hanya bisa diakses oleh pegawai di lantai itu sendiri.
"Foto di mana bendara HTI tersebut diambil di lantai 10 ruang kerja penuntutan yang diisi oleh para jaksa yang ditempatkan/dipekerjakan KPK. Mas Iwan ini tidak memiliki akses masuk ruangan tersebut," tulis Tata.
"Lantas dari mana Mas Iwan tahu ada bendera terpasang dan memiliki akses untuk masuk ruangan tersebut? Mas Iwan bilang sedang berkeliling cek ruangan, sedangkan tugasnya sendiri ditempatkan di rumah tahanan," kata dia melanjutkan.
Oleh karena itu, Tata menekankan penuduhan taliban ataupun isu terkait itu tak bisa menjadi pembenaran bahwa, "57+ pegawai KPK pantas diberhentikan lewat TWK yang melanggar HAM dan maladministrasi".
Faktanya, tegas Tata, dari 57 pegawai KPK itu ada nahdliyyin seperti dirinya juga ada enam nasrani yang salah satunya pendiri Oikumene di lingkungan kantor itu, dan penganut Buddha serta Hindu.