Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menghidupkan kembali Partai Buruh. Dia menargetkan menjadi peserta di Pemilu 2024 mendatang.
Lewat kongres di Jakarta pada 4-5 Oktober, Said Iqbal didapuk menjadi ketua umum. Dia mengatakan Partai Buruh terdiri dari 4 konfederasi serikat pekerja di seluruh Indonesia.
Partai Buruh yang dihidupkan lagi memang patut menjadi perhatian karena bisa menjadi wadah aspirasi kelas pekerja. Akan tetapi, diprediksi sulit mendapat banyak suara jika ikut pemilu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dosen Politik Perburuhan Universitas Gadjah Mada (UGM) Amalinda Savirani mengatakan bahwa kelompok buruh atau pekerja terpecah ke banyak kelompok. Sulit jika ingin merangkul semua kelompok.
"Gerakan Buruh di Indonesia sangat fragmented, sangat sulit disatukan dalam satu payung," tutur Amalinda saat dihubungi CNNIndonesia.com pada Senin (4/10).
Amalinda merujuk pada Pemilu 1999 hingga 2009 yang pernah diikuti Partai Buruh. Mereka tidak pernah bisa menembus ambang batas parlemen atau parliamentary threshold, sehingga tak mendapat kursi di DPR.
![]() Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal didapuk menjadi Partai Buruh yang dihidupkan kembali |
Pada 2009, pemilu terakhir yang diikuti Partai Buruh besutan Mochtar Pakpahan, hanya memperoleh sekitar 250 ribu suara. Sementara itu, Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI) mendapat hampir tiga kali lipatnya yaitu 750 ribuan suara.
Berkaca dari riwayat sebelumnya, Amalinda menilai Partai Buruh bakal sulit mendapat banyak suara. Dia juga menganggap riwayat Partai Buruh di pemilu sebelumnya masih relevan untuk dijadikan rujukan saat ini.
Amalinda mengungkapkan faktor lain. Partai politik pada umumnya, kata Amalinda, memiliki organ khusus untuk menampung serta memobilisasi kalangan buruh.
Partai politik tentu melihat kelas pekerja sebagai kelompok yang menjanjikan, sehingga mereka memiliki organ khusus demi mendapat suara.
Fenomena itu turut menjadi faktor Partai Buruh yang dihidupkan kembali sulit mendapat banyak suara. Sudah ada banyak wadah aspirasi kelas pekerja yang dimiliki partai politik lain.
"Partai-partai ini sangat tertarik mengakomodasi kepentingan buruh untuk mendapatkan suara," ujarnya.
Meski ada sejumlah tantangan, Amalinda menilai Partai Buruh bisa memanfaatkan celah untuk meraup suara kelas pekerja di Pemilu 2024. Salah satu caranya, bisa dengan mengenali perubahan demografi pemilih di Indonesia sekaligus memberikan tawaran platform baru bagi calon pemilih.
"Di sisi sosiologis, ada generasi muda yang sebetulnya korban flexibilty labour market yang kerja-kerjanya tidak ada jaminan sosialnya, tidak ada dana pensiun," ujar Linda.
Sebelum memanfaatkan kelas pekerja yang besar, tantangan untuk Partai Buruh adalah proses pemaknaan kata 'buruh' yang keliru dilakukan oleh kelas menengah kebanyakan saat ini.
Amalinda menilai selama ini buruh kerap identik dengan pekerja kasar. Padahal, setiap orang yang bekerja untuk orang lain atau perusahaan dan mendapat gaji, sudah bisa disebut buruh.
Menurutnya penting untuk Partai Buruh dapat membingkai ulang kata 'buruh' agar dapat menghilangkan bias kelas soal buruh.