Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil mengaku banyak tumpang tindih kepemilikan lahan antara korporasi dengan warga setempat sebagai warisan masa lalu.
Sofyan mengatakan, hal tersebut umumnya dikarenakan standar izin penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) pada masa lampau cenderung tidak terlalu ketat. Sehingga tidak jarang izin kepemilikan lahan diberikan ketika ada pemukiman atau tanah warga di dalamnya.
Hal tersebut disampaikan oleh Sofyan merespon kasus sengketa lahan yang terjadi di Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor antara warga setempat dengan PT Sentul City Tbk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tumpang tindih antara warga dengan korporasi ini memang terjadi. Ini persoalan legacy, jadi zaman itu mungkin standar penerbitan HGU itu tidak terlalu ketat," jelasnya dalam diskusi virtual, Kamis (7/10).
Dirinya mengaku, tidak jarang pihaknya menemukan bahwa Asas Kontradiktur Delimitasi tanah tidak diatur secara spesifik pada izin kepemilikan yang terbit di masa lampau.
Kondisi ini menurutnya tentu saja berdampak meningkatkan eskalasi konflik sengketa lahan di masyarakat.
"Dulu HGU itu diberikan pada kawasan perhutanan batasnya hanya antara sungai A dengan sungai B.Sehingga banyak kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) di dalamnya ada kebun masyarakat, ada kampung masyarakat," ujarnya.
Kendati demikian, ia mengklaim pihaknya saat ini sudah memperketat proses-proses penerbitan izin kepemilikan lahan di tanah air. Sofyan juga mengaku, pihaknya terus mendorong tertib administrasi di Kantor Pertanahan (Kantah) seluruh Indonesia.
Hal ini dikatakannya agar dapat menciptakan keadilan pada bidang pertanahan di masyarakat serta menghindari potensi konflik di masa yang akan datang.
"Jadi memang ada masalah kenapa itu (tumpang tindih lahan) bisa terjadi. Tapi sekarang ini kalau perpanjang HGU kita ketat sekali. Kalau ada sengketa tidak akan kita perpanjang yang sengketa tersebut," jelasnya.
"Sekarang, kita betul-betul mencegah dan meminta kepada juru ukur agar kalau ada sengketa tanah kita tahan dulu, sampai mereka selesaikan," imbuhnya.
Kepemilikan lahan di Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor saat ini dalam sengketa.
Sentul City mengaku pihaknya merupakan pemilik sah atas lahan yang berada di Desa Bojong Koneng. Klaim tersebut berdasarkan SHGB untuk tanah di Desa Bojong Koneng dengan nomor 2411 dan 2412 yang diterbitkan Pemkab Bogor pada 1994.
Head of Corporate Communication Sentul City David Rizar Nugroho mengatakan proses penerbitan SHGB pun telah dilakukan secara legal serta sesuai aturan dan hukum yang berlaku.
Sementara itu, warga Desa Bojong Koneng termasuk Rocky Gerung, mengklaim sebagai pemilik sah lahan tersebut berdasarkan penguasaan lahan secara fisik dan surat pernyataan oper alih garapan.
Terbaru, sejumlah warga Desa Bojong Koneng dikabarkan meminta perlindungan kepada aparat desa guna menghentikan penggusuran paksa yang dilakukan oleh Sentul City pada Sabtu (2/10) siang.
Namun, aparat desa setempat justru kabur ketika dimintai bantuan. Hal tersebut kemudian diduga menyulut emosi warga yang berujung pada pengrusakan sejumlah fasilitas kantor Pemerintah Desa.