Alat Penyaring Abu PLTU Ombilin Rusak Menahun Ganggu Warga

CNN Indonesia
Jumat, 08 Okt 2021 13:37 WIB
Ilustrasi PLTU. Ketua LBH Padang mengatakan kerusakan alat penyaring abu di PLTU Ombilin yang menahun itu telah berdampak pada aktivitas dan kesehatan warga sekitar. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Padang, CNN Indonesia --

Alat penyaring abu di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ombilin yang berada di Desa Sijantang Koto, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar) disebutkan belum diperbaiki hingga saat ini meski diketahui telah rusak menahun.

Ketua LBH Padang, Indira Suryani mengatakan aktifitas PLTU tersebut sangat mengganggu dan berdampak terhadap kesehatan warga di sekitar pembangkit listrik. Apalagi, kerusakan alat penyaring abu PLTU dengan bahan bakar batu bara di Sawahlunto itu diketahui sudah rusak sejak 2011 lampau.

Sebagai perwakilan warga, Indira mengatakan setidaknya selama bertahun-tahun ini masyarakat yang berada di kawasan Desa Sijantang merasakan dampaknya, dari mulai hujan abu hingga tingginya penderita ISPA di kawasan sekitar PLTU Ombilin itu.

Hal itu terjadi akibat penyaring abu-- Fly Ash dan Bottom Ash (FABA)--dibiarkan rusak begitu saja hingga sekarang. Sehingga Fly Ash (abu ringan) sisa pembakaran batu bara keluar dari cerobong dan menghujani warga dengan abu beracun.

Tidak hanya itu, Bottom Ash (abu berat) sisa pembakaran juga dibiarkan menumpuk dan menggunung di kawasan sekitar PLTU. Akibatnya abu berat itu mengalir ke sungai karena dorongan air hujan.

"Tentunya aktifitas ini sangat mengganggu dan berdampak bagi kesehatan warga di sana," kata Indira, Kamis (7/10).

Menurut Indira berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar yang menyatakan tingginya angka penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto selama sepuluh tahun terakhir.

Oleh karena itu, pihaknya mewakili warga mendorong agar pihak-pihak terkait segera menuntaskan permasalahan tersebut dan membuat beberapa langkah pasti, terutama dalam meningkatkan kesehatan masyarakat yang terdampak abu sisa pembakaran PLTU.

"Pertama sekali yaitu adanya perbaikan alat, selanjutnya berupa pemeriksaan kesehatan masyarakat secara menyeluruh, bantuan masker keseharian kepada masyarakat, dan yang lainnya," katanya.

Pernyataan PLN Ombilin

Dikonfirmasi terpisah, Manager SDM PLN UPK Ombilin, Ahmadi mengatakan gangguan pada alat penyaring abu batu bara terjadi sejak tahun 2019 yang disebabkan faktor usia pemakaian alat, namun pihaknya tetap melakukan perawatan secara berkala.

"Kalau bicara gangguan itu ada akibat usia pemakaian (alat), dalam waktu rata-rata tiga tahun harus sudah ada maintenance," ujar Ahmadi ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis.

Ia menjelaskan beberapa barang dan alat-alat juga di impor dari Jerman, sehingga proses pengirimannya lebih lama.

"Itu yang ditanggapi masyarakat dan mengatakan kami lalai disana, kan jadi serba salah. Kalaupun diberhentikan, tentu akan terjadi pemadaman dan masyarakat yang tedampak lagi. Namun gangguan itu bukan permanent hanya temporary saja," jelasnya.

Dalam proses perbaikan alat, Ahmadi mengatakan perlu waktu empat hingga lima bulan. Selama proses perbaikan, klaimnya, juga tidak setiap hari mengeluarkan abu.

"Memang terjadi kebocoran, namun hanya beberapa kali dalam 24 jam, periodic begitu. Kan kalau mengeluarkan abu itu ndak boleh kita juga bahaya, dan pastinya sudah didemo," lanjutnya.

Ahmadi juga menyanggah perihal kenaikan penderita ISPA di sekitar area PLTU. Ia menyebut penderita ISPA yang berada di sekitar area pabrik bahkan lebih sedikit jika dibandingkan dari daerah yang berada jauh dari PLTU.

"Silakan cek ke Dinkes Sawahlunto, BPS itu merekap seluruh daerah, sedangkan (Kecamatan) Sijantang itu luas, dan desa yang paling dekat malah minim terjangkit ISPA. Bahkan kata Dinkes Sawahlunto, penderita tertinggi berada di daerah 3-5 desa dari lokasi pabrik," kata dia.

Mengenai bottom ash yang menggunung di area pabrik, Ahmadi mengatakan sudah melakukan proses pengangkutan ke TPS berizin. Hingga kini masih tersisa 40 persen dan terus dilakukan proses pengangkutan.

"Untuk mengantisipasi itu, FABA yang menggunung itu dikelilingi oleh pohon pohon yang daunnya lebat untuk menghalangi angin dan ditutup terpal, itu langkah sementara sebelum dilakukan pengangkatan," jelasnya.

"Selain itu, setiap hari juga kami siram dan juga mengeluarkan CSR dalam bentuk kesejahteraan dan kesehatan masyarakat, khususnya memberikan ekstra pudding untuk anak sekolah," imbuhnya.

(nya/kid)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK