Yusril Bela Kubu Moeldoko, Demokrat Bicara Invisible Power
Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Benny Kabur Harman, menyatakan bahwa Yusril Ihza Mahendra patut diduga membela kepentingan invisible power atau kekuatan tertentu yang tidak tampak di permukaan.
Menurutnya, langkah Yusril menjadi kuasa hukum empat kader Partai Demokrat kubu Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko patut dipertanyakan karena Yusril tidak memiliki kepentingan yang nyata atau terlihat.
"Karena itu pengacara Yusril sebenarnya bekerja untuk kepentingan siapa? Pengacara Yusril patut diduga kuat tidak bekerja untuk membela kepentingan dari pihak-pihak yang telah memberinya kuasa karena memang tidak ada kepentingan nyata di sana, melainkan untuk membela kepentingan dari kekuatan tertentu yang tidak tampak ke permukaan [atau] invisible power," kata Benny dalam keterangan tertulis, Selasa (12/10).
Ia menjelaskan, kekuatan yang tidak terlihat itu merupakan kepentingan politik yang sebenarnya, kemudian bersekutu dengan empat kader Partai Demokrat kubu Moeldoko menggunakan jasa Yusril sebagai pengacara demi memperjuangkan kepentingan politik dari kekuatan yang tersembunyi.
Benny pun menyatakan, pihak yang membayar Yusril bisa saja berasal dari kekuatan yang tersembunyi tersebut.
"Karena yang berkepentingan secara politik sebenarnya adalah the hidden power dan bukan empat orang eks ketua DPC Partai Demokrat yang memberinya kuasa, maka tidak mustahil yang membiayai jasa hukum pengacara Yusril adalah kekuatan tersembunyi tersebut," ujar anggota Komisi Hukum DPR RI itu.
Lebih lanjut, Benny menengarai, kepentingan politik dari kekuatan tersembunyi itu ialah menyingkirkan Partai Demokrat dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari kontestasi politik jelang Pemilu 2024.
Menurutnya, Partai Demokrat dan AHY telah dianggap oleh kekuatan tersembunyi itu sebagai batu sandungan atau penghalang utama dalam mewujudkan sebuah skenario gelap
"Karena itu Demokrat dan AHY harus diganggu, disingkirkan, atau diambilalih jika tidak mau bekerja sama dalam skema politik yang mereka desain," tutur Benny.
Dia menyampaikan, tokoh-tokoh di balik kekuatan tersembunyi tersebut sangat bervariasi. Namun, Benny menegaskan, langkah Yusril membela empat kader Partai Demokrat kubu Moeldoko tidak terjadi dalam ruang hampa politik.
Menurutnya, langkah Yusril itu merupakan titik kulminasi dari berbagai langkah dan proses yang telah berjalan selama ini.
Benny juga berkata, situasi yang terjadi terhadap Demokrat saat ini bukan perkara biasa dan bukan soal hukum semata. Di balik upaya hukum itu, menurutnya ada maksud untuk memperlemah atau menyingkirkan musuh potensial.
"Seperti Adolf Hitler yang selalu kampanyekan mendukung negara hukum tapi memperalat hukum untuk mengabsahkan langkah-langkahnya yang jauh dari makna hukum yang sebenarnya. Hukum menurut tafsiran dia sendiri," ujar Benny.
Untuk diketahui, Perseteruan antara Demokrat kubu AHY dan kubu Moeldoko masih terus terjadi. Ada perkara hukum baru, yakni gugatan AD/ART Demokrat ke Mahkamah Agung (MA). Meski belum bersidang, kader hingga kuasa hukum kedua pihak sudah sengit beradu argumen.
Sebelumnya, Benny menganggap Yusril menggunakan pendekatan Hukum Hitler atau totalitarian terkait gugatan AD/ART ke MA. Yusril kemudian menyinggung produk hukum yang terbit pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Yusril menyatakan bahwa Benny tidak memiliki pijakan intelektual dengan menyatakan negara memaksakan kehendak terkait polemik Partai Demokrat. Yusril menegaskan AD/ART Partai Demokrat diuji bukan atas kehendak penguasa.
"Kalau begitu maksud Benny, maka pengikut pemikiran Hitler itu adalah Presiden SBY dan DPR zaman itu termasuk Benny Harman di dalamnya," kata Yusril dalam keterangannya.