Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berkejaran dengan batas waktu untuk menyelesaikan pembayaran kompensasi bagi 413 korban terorisme masa lalu pada tahun ini. Namun, ada hambatan terkait penyaluran bagi warga negara asing.
Berdasarkan Undang-undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang diperkuat dengan UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, korban tindak pidana terorisme berhak mendapatkan kompensasi.
Tenggat pemberian kompensasinya adalah tiga tahun sejak UU terakhir disahkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu, waktunya tiga tahun dan tahun ini di 2021. Itu harus sudah selesai tanggung jawab negara kepada para korban tindak pidana terorisme," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo, dalam sambutan pada acara Peringatan Peristiwa Bom Bali, di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Selasa (12/10).
"Karena, batas akhir permohonan itu adalah bulan Juli 2021. Setelah itu, negara tidak akan lagi memberikan kompensasi kepada para korban tindak pidana terorisme masa lalu," ungkapnya.
Hingga saat ini, kata dia, sudah terkumpul 413 korban tindak pidana terorisme masa lalu yang berada di Indonesia maupun berada di luar negeri.
"Baik, yang berwarga negara Indonesia, maupun berwarga negara asing. Sebagian, besar kita sudah selesai melakukan asesmen, untuk menentukan ganti rugi atau kompensasi dari negara," urainya.
"Kemarin, kami sudah mendapatkan wanti-wanti pesan dari Dirjen Anggaran agar kompensasi itu diselesaikan pada tahun ini juga. Oleh karena itu, kita manfaatkan waktu yang tinggal sekian bulan ini agar asesmen sudah bisa dilakukan dan sudah selesai," tutur Hasto.
Ia mengakui ada hambatan dalam mendapatkan penilaian medis dari korban di luar negeri, terutama warga Australia, warga negara asing terbanyak yang jadi korban terorisme di Indonesia, soal kompensasi ini.
"Kita, harapkan akhir tahun ini selesai. Kendalanya itu, belum menjangkau semua korban yang ada karena keterbatasan waktu. Kita akan ke beberapa negara untuk melakukan asesmen medisnya," lanjutnya.
Pembayaran kompensasi ini berlaku sejak peristiwa Bom Bali 2002 dan secara simbolis diserahkan langsung oleh Bapak Presiden Republik Indonesia pada 16 Desember 2020 terhadap 215 korban dengan total nilai kompensasi sebesar Rp39,2 miliar.
LPSK juga menyebutkan kompensasi untuk korban yang meninggal dunia akibat terorisme mencapai Rp250 juta, korban luka berat Rp210 juta, luka sedang Rp115 juta, dan luka ringan Rp75 juta.
"Sekarang (ada) 413 yang kita bayarkan. (Untuk) warga asing tidak banyak yang mengajukan karena sebagian besar mereka sudah dapat kompensasi dari negaranya," ungkap Hasto.
(kdf/arh)