ASN Kasus Luwu Timur Terakhir Temui Anak 2019, Cuma Say Hello

CNN Indonesia
Kamis, 21 Okt 2021 19:38 WIB
Terakhir kali bertemu dengan ketiga anaknya pada 2019, ASN terlapor kasus pencabulan bocah meragukan hasil visum jika itu kembali dilakukan saat ini.
Ilustrasi korban pencabulan. (Foto: Istockphoto/Favor_of_God)
Makassar, CNN Indonesia --

Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjadi terlapor kasus perkosaan anak, S, diakui terakhir kali bertemu dengan anaknya pada 2019 tanpa memperlihatkan kedekatan.

"Terakhir anak itu ketemu dengan bapaknya waktu di RS Bhayangkara Makassar, itu pun hanya say hello, tidak berpelukan di situ terakhir mereka bertemu," kata kuasa hukum S, Agus Melas, dalam keterangannya, Kamis (21/10).

Hal ini dikatakannya terkait saran dari Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi untuk menggelar visum ulang terhadap tiga anak S oleh ahli yang netral dengan difasilitasi kepolisian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Silahkan saja visum ulang, tapi ini anak sudah tidak pernah bersama bapaknya. Misalnya, kami juga menduga jangan sampai diapa-apai ini anak, lalu divisum, siapa bisa menjamin?" cetus Melas.

"Adakah yang bisa menjamin kalau ibu anak ini mempunyai unsur sakit hati yang tidak semua orang yang tahu hanya dia yang tahu? Silahkan visum di rumah sakit luar negeri boleh saja, tapi tunggu dulu siapa yang akan dituduh? Nah, bapaknya tidak lagi pernah bertemu dengan anaknya," terang dia.

Agus Melas juga menerangkan kliennya dimintai keterangan oleh Tim Asistensi Mabes Polri seputar hubungan dengan ketiga anaknya.

"Keterangan biasa saja bagaimana kondisi setiap hari antara bapak dan anak, tidak ada yang spesifik tentang kasusnya, cuman ditanya bagaimana bisa dilaporkan terus ditanya apakah sering ketemu anaknya atau tidak, itu saja," beber dia.

Diketahui, kasus pencabulan dengan terlapor S dengan korban ketiga anaknya ini sempat dilaporkan ke polisi pada 2019. Dua hasil visum yang dilakukan polisi pada 9 dan 24 Oktober 2019 tidak memperlihatkan tanda kekerasan pada korban.

Pihak keluarga kemudian melakukan pemeriksaan medis mandiri pada 31 Oktober 2019, dan menemukan indikasi kekerasan. Namun, penyelidikannya telanjur disetop Polres Luwu Timur.

Kasus ini mencuat kembali usai viral di media sosial. Kepolisian membuka kembali penyelidikan dengan membuat laporan model A alias pelapornya aparat. Pihak ASN tersebut tak terima dan melaporkan kasus pencemaran nama baik ke Polda Sulsel.

Dalam pernyataannya, Edwin Partogi juga menyebut ibu tiga anak yang merupakan pelapor kasus perkosaan itu tak bisa dipidana berdasarkan UU Perlindungan Saksi dan Korban.

"Kan laporannya sudah dihentikan, kan katanya dibuka, katanya. Kalau pun dibuka kembali itu hanya laporannya model A. Jadi kita juga bisa melaporkan, mereka tidak bisa dilaporkan memangnya mereka warga negara mana? Klien kami bisa dilaporkan," respons Agus Melas atas pandangan LPSK itu.

"Terkait laporan itu terbukti atau tidak itu menjadi kewenangan penyidik Polda Sulsel. Kalau kami melihat mereka kok panik? Hadapi saja itu laporan, kan juga laporannya sudah dihentikan kemudian diviralkan kembali, nah sekarang klien kami mempunyai hak," imbuh dia.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol E Zulpan mengaku pihaknya tetap memproses dua kasus itu, baik pencabulan maupun pencemaran nama baiknya.

"Tidak [mengancam kebebasan pers] ya, tentunya semua warga sama di hadapan hukum memiliki hak yang sama, apabila warga negara merasa hak-haknya dirugikan menurut pandangannya dan ada bukti-buktinya itu bisa saja dilaporkan," kata dia, di Makassar, Selasa (19/10).

"Dua-duanya kan juga diproses. Jika laporan ibu korban itu terbukti ada pencabulan tentu suaminya akan dipidana, kalau tidak terbukti adanya laporan pencemaran tentunya akan berproses, apalagi suaminya saat membuat laporan pengaduan itu menyampaikan istrinya dilaporkan," terang Zulpan.

(mir/arh)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER