Polri dalam beberapa hari terakhir menjadi sorotan publik lantaran sejumlah peristiwa yang terjadi berkaitan dengan institusi tersebut.
Tagar #PercumaLaporPolisi sempat menggema di jagat media sosial dan menjadi viral.
Tagar tersebut dipicu oleh kasus dugaan pencabulan yang dilakukan oleh seorang aparatur sipil negara (ASN) terhadap tiga anaknya di Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel). Menjadi polemik lantaran kasus ditutup penyelidikannya oleh polisi pada 2019 lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Istri dari terduga pelaku kemudian buka suara. Ia bersama dengan kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menyatakan bahwa penutupan kasus tersebut janggal. Kasus pun diangkat kembali ke publik sejak awal Oktober 2021 lalu.
Di lain sisi, polisi mengklaim bahwa kasus itu ditutup lantaran penyidik tak menemukan cukup bukti terkait dugaan pencabulan yang dilakukan. Penyelidikan pun diklaim sesuai prosedur.
Kasus menjadi viral dan menarik perhatian publik. Mabes Polri bahkan mengirimkan tim asistensi dari Bareskrim ke Luwu Timur untuk mengecek langsung prosedur penyelidikan tersebut.
Hingga akhirnya pada 12 Oktober 2021, polisi mulai membuka penyelidikan baru terkait kasus itu.
"Penyidik telah membuat laporan polisi model A tertanggal 12 Oktober 2021, perihal adanya dugaan pencaublan anak di bawah umur. Itu ditulis pelaku dalam proses penyelidikan," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Ahmad Ramadhan, Kamis (14/10).
Penyelidikan tak berfokus pada tempus atau waktu kejadian sebelumnya. Namun kini polisi mendalami rentang waktu antara 25 hingga 31 Oktober 2019.
Sebelumnya terdapat dua versi hasil visum berbeda yang dimiliki oleh kepolisian dan kemudian dibandingkan dengan hasil tes kesehatan dari pihak keluarga.
Ramadhan menuturkan, hasil visum yang dua kali dilakukan polisi pada tanggal 9 dan 24 Oktober tidak ditemukan kelainan pada korban. Namun, pihak keluarga melakukan pemeriksaan medis lain pada 31 Oktober, dan menemukan kelainan.
Kasus hingga saat ini masih bergulir. Belum ada kesimpulan yang disampaikan oleh pihak kepolisian terkait dengan dugaan pencabulan itu.
Tak lama berselang, kasus yang dilakukan oleh anggota polisi kemudian kembali mencuat. Kali ini, polisi melakukan tindakan represif saat mengamankan aksi unjuk rasa oleh mahasiswa di depan kantor Bupati Tangerang pada Rabu (13/10) lalu.
Polisi berinisial Brigadir NP terekam kamera membanting mahasiswa UIN SMH Banten, Fariz hingga terkapar di tanah saat demonstrasi. Mahasiswa tersebut sempat kejang-kejang lantaran dibanting ala 'smackdown' oleh polisi bertubuh besar tersebut.
Kasus berentet panjang, hingga pada Jumat (15/10) mahasiswa itu melakukan pemeriksaan Magnetic resosnance Arthrography (MRA) di RS Ciputra Jakarta.
Peristiwa tersebut memicu amarah publik. Brgadir NP yang meminta maaf kepada Fariz usai peristiwa itu berlangsung pun saat ini diproses hukum oleh Bidpropam Polda Banten. Ia ditahan untuk tujuh hari pertama selama proses pemeriksaan.
Polisi belum mengusut lebih jauh mengenai dugaan pelanggaran pidana dalam insiden bantingan ala 'smackdown' itu. Brigadir NP dianggap hanya tak melakukan pengamanan demonstrasi sesuai prosedur di Korps Bhayangkara.
"Kita berharap pemberkasan terhadap Brigadir NP dapat segera dituntaskan oleh penyidik Ditpropam Polda Banten.Dari hasil pemeriksaan terhadap Brigadir NP, maka Ditpropam Polda Banten menggunakan persangkaan berlapis sesuai aturan internal kepolisian," kata Kabid Humas Polda Banten, AKBP Shinto Silitonga, di Mapolda Banten, Jumat (15/10).
Simak deret kontroversi lainnya di halaman berikutnya..