Seorang Saksi Meninggal Saat Pemeriksaan di Kejagung
Seorang saksi dalam kasus dugaan korupsi Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) meninggal dunia saat akan menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung pada Kamis (21/10). Saksi berinisial IP tersebut meninggal di ruang pemeriksaan.
"Ketika penyidik sedang mempersiapkan (pemeriksaan), satu menit setelah saksi iP sedang duduk dan tim penyidik sedang mempersiapkan, saksi IP mengalami kejang-kejang dan kemudian mengalami sesak nafas dan tidak sadarkan diri," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan, Kamis (21/10).
Leonard menyebutkan bahwa IP merupakan salah satu saksi dari enam orang lain yang dipanggil untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta hari ini.
IP tiba di lokasi sekitar pukul 11.04 WIB dan sempat berpijak di ruang tunggu pemeriksaan. Ia pun dibawa ke ruang pemeriksaan nomor 10 untuk didalami keterangannya oleh penyidik.
"Yang bersangkutan dijemput oleh penyidik dari ruang tunggu saksi di Gedung Bundar," jelasnya.
Setelah mengalami kejang-kejang, penyidik pun memanggil pihak keamanan dalam (Kamdal) untuk mengirimkan petugas medis di klinik Kejagung. Petugas, kata dia, telah membawa tabung oksigen untuk membantu pernafasan IP yang mengalami kejang-kejang.
"Diberikan bantuan pernafasan melalui mulut serta pijat dada pada bagian jantung," jelasnya.
Saksi itu kemudian dibawa dengan ambulans ke Rumah Sakit Umum (RSU) Adhyaksa yang terletak di Jakarta Timur. Hanya saja, nyawanya tak terselamatkan dan meninggal dunia.
Leonard tak merinci lebih lanjut mengenai penyebab kematian saksi tersebut saat akan menjalani pemeriksaan. Ia pun tak menyebut mengenai identitas lengkap saksi ataupun kebutuhan penyidik untuk mendalami pengalamannya terkait dugaan kasus korupsi tersebut.
Dalam kasus ini, Kejagung mengendus dugaan proses perdagangan bermasalah untuk mendapat nilai keuntungan melalui penerbitan medium term notes (MTN) alias hutang jangka menengah yang tak sesuai hukum.
Leonard merincikan, masalah ditemukan pada kontrol transaksi mitra yang lemah sehingga mengindikasikan terjadi kemacetan transaksi. Keuntungan dari MTN itu meningkat tiap tahunnya secara drastis sejak 2016 hingga 2019.
Kemudian, pemilihan mitra kerja yang tidak hati-hati sehingga perputaran modal perusahaan itu menjadi lambat.
"Sebagian besar menjadi piutang macet sebesar Rp181.196.173.783," jelas dia.
(mjo/ain)