Putusan MK: Pasal Pemutusan Internet UU ITE Konstitusional
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan pasal 40 ayat 2b terkait pemutusan internet dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), konstitusional. Hal itu disampaikan dalam putusan atas uji materi gugatan nomor 81/PUU-XVIII/2020.
Para pemohon mendalilkan pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun, MK berpendapat pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Lihat Juga : |
"Amar putusan, mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK merangkap Majelis Hakim Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan kanal Youtube Mahkamah Konstitusi RI, Rabu (27/10).
Dalam pertimbangan, MK menolak dalil pemohon yang menyebut pasal pemutusan internet di UU ITE bertentangan dengan prinsip negara hukum. MK berkata pemerintah berwenang melakukan hal itu untuk menjamin keamanan.
Di saat yang sama, ada mekanisme tata cara pemulihan internet. Dengan demikian, Mahkamah menilai kewajiban dan hak semua pihak dipenuhi.
Pasal 40 ayat 2b berbunyi: Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.
Mahkamah pun menolak dalil pemohon yang mempermasalahkan konstitusional pasal tersebut. MK berpendapat ada mekanisme penyelesaian secara hukum melalui peradilan jika masyarakat merasa dirugikan.
Pemohon mendalilkan pasal pemutusan akses internet UU ITE bertentangan dengan hak berkomunikasi dan mendapat informasi yang dilindungi UUD 1945. MK menyatakan dalil tidak beralasan menurut hukum karena masih ada akses informasi kepada publik.
"Dapat saja bersamaan dengan itu pemerintah menyampaikan notifikasi digital berupa pemberitahuan kepada pihak yang akan diputus akses informasi elektronik dan/atau dokumen elektroniknya," ucap Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Gugatan itu diajukan oleh warga Jayapura Papua bernama Arnolds Belau dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Gugatan dilayangkan menyusul kebijakan pemerintah memutus akses internet di Papua saat gelombang demonstrasi bergulir akhir 2019.
Dalam putusan, dua hakim konstitusi menyatakan pendapat berbeda. Mereka adalah Saldi Isra dan Suhartoyo.