Kemenkes Sebut Harga Pil Molnupiravir Bisa Capai Rp9,9 Juta

CNN Indonesia
Jumat, 29 Okt 2021 17:00 WIB
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut perkiraan harga pil Molnupiravir untuk pengobatan pasien terinfeksi virus corona (Covid-19) yang saat ini tengah diproduksi oleh perusahaan farmasi Merck, bisa mencapai USD 700 atau setara Rp9,9 juta. Foto: via REUTERS/MERCK & CO INC
Jakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut perkiraan harga pil Molnupiravir untuk pengobatan pasien terinfeksi virus corona (Covid-19) yang saat ini tengah diproduksi oleh perusahaan farmasi Merck, bisa mencapai USD 700 atau setara Rp9,9 juta.

Kendati demikian, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyebut, sampai saat ini Merck belum memberikan rincian harga pasti, meskipun telah menjanjikan untuk mendatangkan Molnupiravir ke Indonesia pada Desember 2021 mendatang.

"Ada yang mengatakan satu pil itu atau satu siklus terapi itu bisa mencapai USD 700. Tetapi kita akan tunggu, karena sampai saat ini Merck belum memberikan harganya dan kepastiannya berapa," kata Nadia dalam acara yang disiarkan CNN Indonesia TV, Jumat (29/10).

Nadia menyebut, keputusan pemerintah untuk mendatangkan Molnupiravir lantaran tak ingin kehabisan stok, kendati sampai saat ini Molnupiravir belum mengantongi izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Makanan dan Obat Amerika Serikat (FDA).

Nadia memastikan, niat pemerintah untuk membeli obat ini guna mengantisipasi apabila Indonesia dilanda lonjakan gelombang ketiga covid-19. Ia mengaku, pemerintah tidak ingin kondisi buruk pada Juni-Juli 2021 lalu terulang kembali.

"Sebenarnya kita tidak mau ketinggalan, apalagi kalau kita lihat situasi di dunia terjadi peningkatan kasus," kata dia.

Meski begitu, Juru Bicara Vaksinasi dari Kemenkes ini juga memastikan pemerintah tidak akan 'kolot'. Apabila memang hasil kajian FDA dan juga BPOM RI tidak menunjukkan suatu perkembangan hasil yang baik, maka Indonesia masih bisa mengurungkan niat untuk membeli obat produksi Merck itu.

Masih dalam acara yang sama, Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono mendorong agar pemerintah mengurungkan rencana negosiasi dengan perusahaan farmasi Merck yang tengah memproduksi pil Molnupiravir tersebut.

Pandu menilai, pemerintah sebaiknya fokus untuk menangani pandemi virus corona di Indonesia melalui vaksinasi yang setidaknya sudah terbukti meminimalisir penularan. Ia meminta agar pemerintah tidak terbujuk rayuan produsen farmasi.

"Kalau kita keburu-buru beli obat dan kita takut kehabisan, ya itu taktik dalam marketing. Dan kita jangan terbuai dengan marketing pabrik obat," kata Pandu.

Pandu kemudian menjelaskan bahwa konsep kerja pil Molnupiravir diduga membuat kondisi virus error catastrophic. Sebab, Molnupiravir dapat bekerja secara efektif hanya pada fase replikasi yaitu lima hari pertama setelah warga terinfeksi covid-19.

Sementara selama ini penentuan kapan virus mulai inkubasi dan menginfeksi warga masih belum diketahui secara jelas, lantaran mayoritas pemeriksaan warga telat dilakukan.

"Dan itu tidak mungkin di Indonesia kita bisa menemukan lima hari pertama, sebagian besar terlambat. Ini menurut saya ya, sebagian besar covid-19 ringan juga tidak perlu dapat obat," jelasnya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya menyebut pemerintah telah menandatangani kesepakatan untuk mendatangkan obat Molnupiravir yang diproduksi perusahaan Farmasi asal Amerika Serikat pada akhir 2021.

Budi menyebut, kesepakatan itu didapatkan setelah dirinya dan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan melakukan kunjungan kerja di AS baru-baru ini.

Selain Molnupiravir, Budi juga menyebut pemerintah menurutnya saat ini juga tengah berproses melakukan uji klinik untuk beberapa obat-obatan indikasi covid-19 yang masuk dalam kategori monoklonal antibodi seperti Bamlanivimab dan Etesevimab.

mantan wakil menteri BUMN itu juga mengaku tengah mempelajari obat antivirus AT-527 yang dikembangkan oleh Roche dan Atea Pharmaceuticals, serta obat Proxalutamide yang diproduksi oleh Kintor Pharmaceutical dari China.

(khr/gil)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK