Nasib Korban Pelecehan di KPI: Dapat Surat Penertiban, Kasus Mandek

CNN Indonesia
Rabu, 03 Nov 2021 10:24 WIB
MS, pegawai KPI yang mengaku mendapat pelecehan dari rekannya, dinonaktifkan dan diberi surat penertiban di saat penanganan kasusnya mandek.
Ilustrasi korban pelecehan dan perundungan. (Foto: iStock/kumikomini)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kasus pelecehan seksual di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tak juga menemui titik terang di saat korban justru dinonaktifkan dan diberi surat penertiban dari lembaganya.

Surat penertiban diberikan lantaran korban berinisial MS tak mengisi bukti hadir (absensi) satu hari saat berstatus dinonaktifkan. Sebab, saat itu MS sedang merasa cemas dan kembali trauma.

Kuasa Hukum korban, Muhammad Mualimin, menyebut kondisi kliennya kembali memburuk selama dua hari terakhir usai mendapat surat itu sampai harus berobat ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam RS PELNI pada Senin (1/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Adapun salah satu faktor yang membikin badan MS down karena menerima Surat Panggilan Penertiban Administrasi dari Sekretariat agar hadir hari ini di KPI," kata Mualimin dalam keterangan tertulisnya, Senin (1/11).

Di saat yang sama, kata dia, perkembangan penyelidikan kasusnya tak signifikan. Mualimin mengaku terakhir kali mendapatkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) pada 9 September.

"Itu SP2HP yang sudah lama sekali itu, tanggal 9 September. Maksudnya SP2HP yang kedua belum dikirim Kepolisian," aku dia. 

Sementara, pemeriksaan kepolisian terhadap MS terakhir kali adalah terkait psikisnya, yakni berupa enam kali pertemuan untuk pemeriksaan oleh dokter psikiater di RS Polri. Proses tersebut, kata dia, merupakan permintaan dari penyidik Polres Jakarta Pusat.

"Dari pemeriksaan dan keterangan dari dokter psikiater RS Polri digunakan menjadi dasar dan digunakan penyidik Polres Jakarta Pusat untuk melanjutkan proses hukum," kata dia.

"Setelah 6 kali pertemuan dianggap cukup dan sekarang dokter itu menyusun kesimpulan akhir dari pemeriksaan selama ini," lanjut Mualimin.

Selain itu, dia mengaku tak ada lagi perkembangan penanganan kasus oleh kepolisian. "Saya sendiri pun sampai sekarang masih menunggu berapa lama sampai ke kesimpulan akhirnya [dari dokter forensik] dirilis," imbuh dia.

Di pihak lain, Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Hengki Haryadi sempat mengungkapkan alasan kasus pelecehan seksual MS masih belum beranjak dari proses penyelidikan.

Hengki mengaku ada kendala terkait perubahan tempat kejadian atau locus delicti dan waktu alias tempus delicti, yang sudah terlalu lama.

"Pertama tempus delicti-nya itu sudah bertahun-tahun. Waktu kejadian sudah terlalu lama. yang kedua juga locus delicti juga sudah berubah," kata dia, usai menjalani pemeriksaan di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat pada Rabu (22/9).

Kemandekan proses hukum kasus MS itu bukan yang pertama. Pada 2017, ia, yang dilecehkan dan dirisak sejak 2012, sempat melaporkan pelecehan yang dialaminya ke Komnas HAM. Karena ada dugaan tindak pidana, MS disarankan untuk melapor polisi.

MS tak langsung melaporkan ke polisi saat itu. Namun, perisakan terus terjadi. MS pun melaporkan kasus tersebut ke Polsek Gambir pada 2019. Tak seperti yang diharapkan, MS justru diminta balik kanan dan disarankan diselesaikan secara internal.

Korban lantas melaporkan ke atasannya. Namun, tak ada tindakan yang benar-benar berdampak. Tempat duduk MS hanya dipindah ke ruangan yang berbeda dengan para terduga pelaku.

Tahun 2020, MS kembali melapor ke Polsek Gambir. Namun, keterangan yang dia sampaikan tidak dianggap serius. Akhirnya, MS pun sempat urung untuk melanjutkan membawa kasusnya ke jalur hukum.

Karena penyelesaian kasusnya mandek, MS akhirnya membuat surat terbuka soal pengalamannya menjadi korban pelecehan hingga kemudian viral.

Banyak orang yang simpati setelah MS mengeluarkan rilis tersebut. MS banjir dukungan. Ia pun kembali berani melaporkan kasusnya ke kepolisian dan Komnas HAM di tahun 2021. 

[Gambas:Video CNN]

(yla/arh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER