Konflik Lahan Suku Anak Dalam-Korporasi Sawit, Polisi Klaim Persuasif

CNN Indonesia
Kamis, 04 Nov 2021 11:30 WIB
Polisi mengklaim bertindak persuasif dalam konflik lahan yang melibatkan Suku Anak Dalam dengan korporasi sawit di Jambi.
Gubuk Suku Anak Dalam di perkebunan sawit, beberapa waktu lalu. (Foto: ANTARA/Ho)

KKI Warsi mengungkapkan Orang Rimba (Suku Anak Dalam) saat ini sudah mengungsi ke dalam hutan yang lebih jauh dari tempat tinggal mereka setelah bentrok dan aksi penembakan terhadap satpam perusahaan perkebunan sawit di Sarolangun itu.

"Warsi kini mendorong aparat kepolisian dan pihak terkait untuk bersama-sama menyelesaikan secara adat dan persuasif konflik antara warga Suku Anak Dalam (SAD) dengan pihak perusahaan perkebunan," kata Manager Program Suku-Suku Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Robert Aritonang, Selasa (2/11).

Ia menyebut konflik itu terjadi antara Orang Rimba dan perusahaan sawit PT Primatama Kreasimas, anak perusahaan Sinar Mas Agro Resources and Technology (Smart).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan catatan KKI Warsi, 96 keluarga dengan 324 jiwa Orang Rimba tidak lagi ada di permukiman mereka di Selentik, Desa Lubuk Jering, Ujung Doho, Desa Pematang Kabau, dan Singosari, Desa Pematang Kabau, di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Jambi.

Robert menyebut pengungsian warga suku yang kerap berpindah untuk mencari pangan di hutan itu terutama terjadi akibat penyerbuan oleh karyawan perusahaan itu.

"Bagi Orang Rimba konflik di perkebunan dan dilanjutkan dengan penyerbuan ke pemukiman adalah hal yang sangat menakutkan, itulah yang menyebabkan mereka lari," kata dia.

Menurutnya, penting untuk memastikan ketersediaan pangan bagi Orang Rimba yang lari ini. Sebab, dilihat dengan waktu kejadian dan melarikan ini, ia menyebut mereka tidak akan memiliki bahan pangan yang cukup.

Polda Jambi melalui KKI Warsi pun sudah menyalurkan 90 paket sembako untuk Orang Rimba yang sedang mengungsi. Bantuan ini, kata Robert, sangat penting untuk mengatasi masalah remayao, yakni masa dimana tidak tersedia bahan pangan untuk konsumsi harian.

"Kami saat ini menyusul kelompok ini satu persatu, sembari mengantarkan ke mereka bahan pangan dari Polda untuk membantu mereka bertahan hidup di masa yang pastinya akan sulit untuk mencari bahan pangan," kata Robert lagi.

Dari penelusuran Warsi, warga yang mengungsi ditemukan tidak dalam kondisi yang baik. Yakni, berada dalam ketakutan hingga trauma berat, sakit demam dan batuk, terpencar berjauhan.

Kriminalisasi

KKI Warsi menilai akar konflik antara warga Suku Anak Dalam dengan perusahaan perkebunan adalah tidak terakomodasinya pola hidup berpindah mereka di sistem kepemilikan lahan yang banyak dikuasai perkebunan.

Robert menyebut area perkebunan sawit itu dulunya merupakan wilayah jelajah Suku Anak Dalam. Kemudian perusahaan hadir dan memarginalkan Orang Rimba di lahan mereka sejak dulu.

Infografis Penyebab Konflik AgrariaInfografis Penyebab Konflik Agraria. (Foto: CNN Indonesia/Laudy Gracivia)

"Ini yang jadi intinya, Orang Rimba kehilangan sumber penghidupan mereka, akibat lahan beralih fungsi menjadi perkebunan sawit," kata dia, dikutip dari Antara.

Di sisi lain, perkebun sawit tak memungkinkan tumbuhnya tanaman pangan seperti umbi atau buah lain untuk dikonsumsi Orang Rimba. Alhasil, mereka mengambil brondol, yakni butiran sawit yang jatuh dari tandannya, untuk ditukarkan dengan beras.

Ketika Orang Rimba mengambil brondol, Robert menyebut perusahaan menganggapnya maka sebagai pencuri alias pelaku kriminal.

Akibatnya, beberapa Orang Rimba dilaporkan ke penegak hukum. Satpam perusahaan pun melakukan tindakan yang diyakini sebagai bentuk perlindungan tempat usaha.

Sementara, perusahaan tidak berupaya mencari solusi permanen bagi kehidupan Orang Rimba, yang seolah hanya dianggap sebagai penumpang di lahan perkebunan.

Menurut catatan KKI Warsi, terdapat lebih dari 414 Kepala Keluarga Orang Rimba yang tinggal di perkebunan sawit, di antaranya perusahaan sawit skala besar milik Sinar Mas Plantation yaitu PT PKM, PT BKS dan KDA, serta milik Astra yaitu PT SAL.

"Manajemen perusahaan harus bertanggung jawab secara utuh atas Orang Rimba yang ada di lahan mereka, dan tidak membenturkan Orang Rimba dengan pekerja perusahaan, sehingga konflik ini bisa diakhiri secara permanen," tandas Robert.

(antara/arh)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER