Panglima Koarmada I Laksamana Muda Arsyad Abdullah mengatakan anggaran dari Mabes TNI hanya cukup untuk 5 KRI beroperasi di Laut Natuna Utara. Padahal, kata dia, butuh minimal 8 KRI untuk menjaga seluruh perairan Natuna Utara. Itu pun dengan catatan bahwa 8 KRI itu harus beroperasi serentak.
Arsyad berkata jika 8 KRI tersedia, kegiatan patroli bisa maksimal. Ditambah pesawat patroli maritim yang mengawasi perairan dari udara.
"Kita selalu mengajukan, namun karena keterbatasan anggaran operasi ya tetap masih sesuai yang ada sekarang. Mudah-mudahan anggaran didukung oleh Kemenkeu ada penambahan sehingga kita bisa menambah kekuatan di sana," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arsyad menyebut kebutuhan bahan bakar juga terbilang besar. Untuk satu KRI dalam sehari berlayar membutuhkan BBM sekitar 12 sampai 18 ton. Tergantung dari pergerakan kapal tersebut. Jika selalu dalam kecepatan tinggi, bahan bakar lebih boros.
Namun karena ini kegiatan patroli rutin, KRI berlayar dengan kecepatan rendah sehingga bahan bakar yang dipakai sekitar 14 sampai 15 ton per hari. Selain BBM, ada juga anggaran untuk perbekalan prajurit dan kebutuhan lainnya.
"Kalau bicara dengan kekuatan, tentunya keterbatasan anggaran dari Mabes TNI untuk kita kerahkan di sana, ini salah satu kendala kita, karena hanya mampu mengerahkan 5 KRI," katanya.
Selain anggaran, kata Arsyad, kendala lain yang dihadapi pihaknya adalah alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang sudah cukup tua. Menurutnya, kapal-kapal yang sudah berumur pasti membutuhkan perawatan lebih. Ia mengibaratkan seperti halnya mobil tua.
"Ya begitu juga (kapal), salah satu kendala yang kita hadapi, sehingga kadang-kadang kapal harus stay di pangkalan untuk perbaikan," ujarnya.
Arsyad mengatakan meski saat ini hanya ada 5 KRI, pihaknya selalu hadir di Laut Natuna Utara selama 24 jam seminggu, sepanjang tahun. KRI yang berlayar diatur sesuai kemampuan radar, sehingga bisa ter-cover perairan utara Natuna dari barat, tengah, sampai timur.
"Saya sebagai TNI AL, sebagai unsur yang harus selalu ada disana, ya bagaimana agar pemerintah mau dukung anggaran untuk pertahanan khususnya angkatan laut untuk meningkatkan baik itu pembangunan kekuatan maupun anggaran operasi untuk kita bisa menambah kekuatan di laut Natuna," katanya.
Sementara Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Aan Kurnia mengatakan pihaknya menempatkan sekitar 3 sampai 4 kapal untuk patroli di Laut Natuna Utara. Namun, saat ini hanya terdapat 2 kapal yang beroperasi, KN Pulau Nipah dan KN Pulau Marore.
Aan mengatakan 4 kapal patroli Bakamla belum cukup untuk menjangkau seluruh perairan Natuna. Oleh karena itu, pihaknya berkoordinasi dengan TNI AL, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta kementerian/lembaga yang memiliki armada kapal.
Menurutnya, dengan menghitung luas perairan Natuna dan potensi ancaman yang datang, idealnya butuh sekitar 9 sampai 10 kapal dengan operasi secara bergantian. Beberapa kapal berada di laut, sementara sisanya menunggu di dermaga. Tak menutup kemungkinan ada kapal yang sedang dalam perbaikan.
"Sementara saya baru bisa keluarkan tiga kapal. Jadi masih ada kosong-kosongnya juga," kata Aan di kantornya.
Aan menyebut secara ideal operasi pengamanan perairan Laut Natuna harus berjalan sepanjang tahun. Namun, kata Aan, anggaran yang tersedia belum memadai untuk menggelar operasi setiap hari.
"Kembali lagi masalah dukungan anggaran apakah semuanya sudah terdukung 100 persen untuk operasi? Ya tentunya dengan situasi pandemi dan sebagainya banyak yang tidak 100 persen," ujarnya.
Aan mengatakan kebutuhan anggaran untuk patroli tergolong besar, terutama BBM. Namun, ia enggan merinci besaran anggaran untuk patroli Bakamla di Laut Natuna Utara. Aan hanya menyebut setiap kapal membutuhkan BBM dan logistik yang berbeda-beda.
"Saya enggak bisa jelasin berapa rincinya, tapi yang jelas itu ada hitungannya. Kita intinya belum bisa terpenuhi secara penuh di sini," katanya.
Namun, Aan mengaku bisa menyiasati kekurangan anggaran untuk patroli dengan menerapkan strategi armada siaga. Ia menyiagakan kapal di pelabuhan. Kapal tersebut baru bergerak ketika mendapat laporan atau mendeteksi ancaman di laut.
Dengan begitu, kata Aan, kapal-kapal patroli Bakamla tidak setiap hari berada di tengah laut. Bahan bakar pun bisa lebih hemat. Selain itu, pihaknya menambah kemampuan sensor untuk mendeteksi kapal-kapal di Laut Natuna Utara.
"Itu tidak harus (kapal) nongkrong 24 jam tapi begitu ada kejadian baru gerak dan sebagainya. Itu bisa hemat. Sama penginderaan, sensor," ujarnya.
![]() |
Laksdya Ali mengatakan pembangunan sejumlah fasilitas militer di Natuna juga tengah berlangsung saat ini, seperti peningkatan Faslabuh AL Selat Lampa, renovasi Pos AL Sabang Mawang, hingga penambahan fasilitas TNI AU dan TNI AD
Menurutnya, peningkatan berbagai fasilitas penunjang ketiga matra tersebut untuk memperkuat keamanan Laut Natuna Utara.
"AL sendiri akan membangun atau memindahkan Markas Guspurla Koarmada I dari Jakarta ke Natuna," ujar Ali kepada CNNIndonesia.com awal bulan ini.
Ali mengatakan di Natuna juga terdapat Satuan TNI Terintegrasi, yang terdiri dari AD, AL, dan AU. TNI AD memiliki Batalyon Komposit 1/Gardapati, yang diperkuat Kompi Zeni Tempur, Baterai Rudal Artileri Pertahan Udara dan Baterai Artileri Medan.
Matra Laut memiliki Pangkalan AL (Lanal) Ranai, Kompi Komposit Marinir, 5 Pos AL, serta fasilitas pelabuhan untuk mendukung operasional KRI. Sedangkan TNI AU baru meresmikan Skadron Udara 52, Detasemen Pertahanan Udara 475, 476 dan 477 Paskhas.
Pangkalan Udara (Lanud) Raden Sajad sendiri telah dilengkapi berbagai fasilitas, seperti Hanggar Integratif hingga Hanggar Skuadron Unmanned Aerial Vehicle (UAV). TNI AU juga memiliki Satuan Radar 212, dengan radar-radar yang cukup canggih.
"Jadi lengkap sekali nantinya dan di sana sudah ada satuan TNI terintegrasi tinggal mewujudkan personel yang disiapkan. Itu semua nanti koordinasi di Kogabwilhan I," ujarnya.
Berdasarkan informasi dari LPSE TNI AL, terdapat beberapa proyek pengadaan di Natuna. Pertama pembangunan Kantor Guspurla Koarmada I senilai Rp13 miliar; Pembangunan Sarpras Posal Sabang Mawang Rp3,1 miliar, Posal Sedanau Rp3,8 miliar.
Kemudian peningkatan fasilitas dermaga Posal Sabang Mawang sekitar Rp7,9 miliar, pembangunan ponton kapal selam Rp6,1 miliar, pembangunan fasilitas sionban kapal selam Rp23,4 miliar, serta peningkatan kemampuan dermaga TNI AL Selat Lampa Rp30,2 miliar.