Koalisi LSM Ingatkan DPR Punya Hak Tolak Usulan Calon Panglima TNI
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, yang terdiri dari 14 lembaga swadaya masyarakat (LSM), meminta DPR tidak hanya menjadi stempel pemerintah saat melakukan uji kelayakan terhadap calon tunggal Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.
Peneliti dari Imparsial, salah satu LSM anggota koalisi, Husain Ahmad berharap DPR melakukan fit and proper test secara terbuka.
"Jangan kemudian ada kesan bahwa fit and proper test ini hanya sekadar sebagai stempel pemerintah saja sebagaimana terjadi di masa Orde Baru," kata Husain dalam konferensi pers yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan secara virtual (4/11).
Ia pun meminta DPR terutama menanyakan soal dugaan keterlibatan Andika dalam pembunuhan tokoh masyarakat Papua, Theys Hiyo Eluay pada 2001 silam. Selain tentunya, terkait kepemilikan harta Andika yang fantastis.
"Itu harus kemudian dijelaskan secara transparan dan akuntabel dan terang benderang agar publik tidak ada kesan bahwa Panglima TNI yang terpilih nantinya bermasalah," tutur Husain.
DPR, lanjutnya, bisa meminta bantuan lembaga yang dinilai kredibel soal dugaan pelanggaran HAM, seperti Komnas HAM atau bahkan jika perlu Imparsial.
"DPR punya hak untuk tidak menyetujui usulan panglima TNI yang diusulkan oleh presiden. Dia bisa menolak kemudian memberikan keterangan dikembalikan pada presiden," tutur Husain.
"Dalam Undang-Undang TNI DPR memiliki hak, memiliki kewenangan untuk kemudian menolak calon tersebut apabila dirasa ada hal-hal yang kurang pas terhadap calon Panglima TNI," tambahnya.
Selain itu, Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid mengatakan bahwa koalisi LSM meminta agar Andika Perkasa menjalani pengujian kasus pelanggaran HAM sebelum DPR mengambil keputusan.
"Seruan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan agar yang bersangkutan melalui semacam proses pengujian kasus-kasus pelanggaran HAM harus didahului sebelum DPR mengambil keputusan," tuturnya.
Komisi I DPR sendiri mengagendakan uji kelayakan dan kepatutan Andika Perkasa pada Sabtu (6/11).
Dalam proses uji kepatutan dan kelayakan itu, Fraksi Partai Golkar akan mendalami sejumlah hal, di antaranya mengenai kesiapan TNI di daerah-daerah konflik seperti Papua maupun Poso.
"Bagaimana penanganan permasalahan di Papua, Poso, kemungkinan potensi konflik di Aceh. itu yang ingin kita dengar bahas dan dengar," kata Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar Dave Laksono kepada wartawan, Kamis (4/11).
Kemudian, kata dia, Fraksi Golkar juga bakal mendalami masalah keamanan di Laut Natuna Utara usai riset kapal riset berbendera China, Hai Yang Di Zhi 10, terdeteksi masih beraktivitas di Laut Natuna Utara.
"Itu juga yang ingin kita dengar, bagaimana dia mengatasi soal itu. kondisi keterbatsan AL kita, jumlah personel, kapal, bagaimana dia atur agar kehadiran kita terasa, sehingga kapal-kapal asing tahu mereka masuk wlayah Indonesia. Itu adalah wilayah kedaulatan kita," tuturnya.
(iam/dmi/arh)