Meski sama-sama mengakui bahwa banjir era Anies Baswedan lebih cepat surut, baik Masrifah maupun Afif mengatakan untuk dapat surut banjir di daerahnya membutuhkan waktu lebih lama dari enam jam.
Masrifah mencontohkan, banjir yang melanda Cipinang Melayu beberapa hari sebelumnya terjadi mulai sekitar sore hari. Namun, di tempat tinggalnya baru surut keesokan harinya.
"Enam jam? Enggak enam jam mah. Kemarin aja banjir segitu aja dari sore (baru) kering-kering pagi. Ya mungkin kalau yang atas-atas itu enggak tahu ya kalau saya bantarannya kan di bawah, lama surut ya lama itu surutnya," kata Masrifah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal serupa juga disampaikan Afif. Menurutnya, tindakan Pemprov DKI Jakarta menyedot air ketika banjir memang efektif mempercepat proses air menjadi surut. Namun, sejauh ini tindakan itu membutuhkan waktu lebih dari enam jam.
"Ya 12 jaman lah. Kayak yang kemarin, yang hari apa, minggu lalu, itu 12 jaman dari sore sampe pagi baru surut," ujarnya.
Sebelumnya, Gubernur Anies Baswedan menargetkan banjir di Jakarta surut dalam waktu enam jam dengan syarat dan ketentuan berlaku. Yakni, dihitung setelah hujan dengan curah 100 mm/hari berhenti atau setelah sungai kembali ke ketinggian air normal.
Menurutnya, drainase di Jakarta mampu menampung air maksimal 100 milimeter per hari. Jika hujan turun salam curah yang tinggi, mala drainase itu tidak lagi mampu menampung.
"Di bulan Februari tahun ini, (curah hujan) lebih dari 250 milimeter per hari. Saat itu ekstrem, begitu hujan berhenti, kita punya waktu 6 jam untuk memastikan kering, kerahkan semua pompa mobile, pompa pemadam kebakaran, seruruh pompa kita, tarik air itu," kata Anies saat Apel Kesiapsiagaan Menghadapi Musim Hujan di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Rabu (13/10).
(iam/arh)