Mahasiswa Makassar Dukung Nadiem Soal Permendikbud Kekerasan Seksual

mir/cfd | CNN Indonesia
Kamis, 11 Nov 2021 17:32 WIB
Mahasiswa di Makassar menyebut Permendikbud soal Kekerasan Seksual adalah langkah maju pemerintah mencegah dan menindak pelaku kekerasan seks di kampus.
Ilustrasi. (Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino)
Makassar, CNN Indonesia --

Mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, mendukung penerbitan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi.

Menteri Riset Teknologi dan Kajian Strategis BEM FBS UNM, Andi Rahmi Utami mengatakan, pihaknya telah mengkaji Permendikbud itu, termasuk soal pembentukan panitia dan Satgas dalam penanganan kasus kekerasan seksual di kampus. 

"BEM mendukung adanya permendikbud ini. Kemarin di kajian lebih banyak membahas mekanisme pemilihan panitia dan satgas. Dan kami di BEM sementara buat SOP penanganan (kasus) kekerasan seksual," kata Andi Rahmi, Kamis (11/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengurus BEM Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) Universitas Negeri Makassar bahkan telah menerima laporan dugaan tindak kekerasan seksual yang dialami para mahasiswi. Namun, Rahmi belum dapat menyebut secara pasti jumlah laporan kasus tersebut.

"(Sudah) ada korbannya. Dilaporkan, karena memang BEM buka layanan pengaduan dan untuk jumlah korbannya belum bisa kita sampaikan, karena masih diusut. Tapi, sudah banyak menjadi korban," bebernya.

Ia menyebut laporan kasus kekerasan seksual di dalam kampus telah diterima sejak awal September tahun ini. Kasus kekerasan seksual ini terjadi berbagai bentuk.

"Kekerasan seksual yang dialami ada secara verbal dan ada secara fisik. karena beda-beda pelakunya juga. Dari laporannya yang kami terima dari oknum pengajar tapi masih sementara diusut," jelasnya.

Presiden BEM Fakultas Hukum Unhas, Taufik Kurniawan mengatakan, Permendikbud ini merupakan langkah progresif pemerintah dalam mencegah dan menindak kekerasan seksual di penguruan tinggi.

Pada materi muatannya, lanjut dia, pembentukannya juga partisipatif dengan melibatkan unsur mahasiswa sebagai instrumen utama dari perguruan tinggi.

"Misalkan dalam pembentukan Pansel dan satuan tugasnya, ada mahasiswa di sana, ini merupakan kemajuan dari kebijakan yang akan dilaksanakan, dimana peran mahasiswa menjadi unsur utama dalam kebijakan ini," kata Taufik.

Hanya yang juga perlu dilakukan kata Taufik, karena ini berkaitan erat juga dengan nilai-nilai moral keagamaan maka dalam implementasi kebijakan ini harus melibatkan seluruh pihak, secara khusus melibatkan tokoh-tokoh agama dalam upaya implementasi kebijakan ini.

"Tentu kita membutuhkan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama mendukung niat baik dari pemerintah. Niat baik juga harus dilakukan dengan cara-cara yang baik," jelasnya.

Terpisah, SETARA Institute mendesak pemerintah segera mensosialisasikan Permendikbud PPKS.

"Untuk mencegah disinformasi yang dikampanyekan oleh kelompok-kelompok konservatif dengan narasi misleading bahwa Permen PPKS adalah legalisasi zinah," tutur Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institute, Sayyidatul Insiyah.

Ia berpendapat Perrmen PPKS merupakan payung hukum yang dibutuhkan dalam upaya penghapusan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Sebab, Permen PPKS merupakan jaminan perlindungan terhadap korban dan saksi, sebagaimana dalam Pasal 12 ayat (2) huruf c Permen PPKS.

Sayyidatul juga mengingatkan pemerintah perihal pentingnya membuka ruang dialog yang lebih ekstensif dengan berbagai organisasi keagamaan.

"[Supaya] substansi hukum Permen PPKS yang secara ideal melindungi kelompok rentan dan korban kekerasan seksual di perguruan tinggi dapat diterima oleh masyarakat," ujar Sayyidatul.

(wis/wis)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER