Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama dengan 17 LBH menilai putusan yang dikeluarkan MK masih menggantung. Alasannya, meskipun menyatakan UU Ciptaker bertentangan dengan UUD 1945, namun UU a quo masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu yakni 2 tahun.
"4 dari 9 hakim menyatakan dissenting opinion dalam arti berpendapat UU Ciptaker sesuai dengan konstitusi. Putusan MK ini seolah menegaskan kekhawatiran masyarakat sipil terhadap MK yang tunduk pada eksekutif menjadi terbukti," kata Ketua YLBHI Bidang Advokasi, Muhammad Isnur.
Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak pemerintah segera mengeluarkan kebijakan korektif ketimbang fokus pada perbaikan omnibus law karena sejalan dengan mandat UUD 1945.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Eksekutif Walhi, Zenzi Suhadi, menyampaikan mandat dimaksud yaitu pengelolaan sumber daya alam yang ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
"Kami meminta Pemerintah untuk secepatnya melaksanakan amanah UUD 1945 terutama yang terkait dengan pengelolaan SDA bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Caranya, dengan membuat langkah-langkah kebijakan korektif," ucap Zenzi.
Lihat Juga : |
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) pemerhati buruh migran, Migrant Care, meminta pemerintah tunduk pada putusan MK tersebut.
Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, mengatakan tak ingin waktu dua tahun yang diberikan MK justru jadi status quo. Ia meminta pemerintah segera melakukan perbaikan atas UU dimaksud.
Komisoner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam memaparkan pemerintah dan DPR mesti melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses perbaikan UU Cipta Kerja seperti diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Partisipasinya pun, menurut Anam, harus substansial dan tidak berasal dari satu golongan saja.
"Apa yang harus dilakukan [pemerintah] dua tahun ke depan itu jantungnya pada partisipasi. Partisipasi yang substansial," ujar Anam setelah acara Evaluasi Kinerja Pengaduan dan Penanganan Kasus Komnas HAM, Jumat (26/11).
Anam memaparkan pemerintah setidaknya harus menggunakan catatan dari penggugat UU Ciptaker dalam proses revisi. Bukan justru mengundang pihak-pihak yang sependapat dengan usulan pemerintah. Menurutnya, proses pembuatan UU Ciptaker sebelumnya tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
"Nah ini rakyat yang harusnya sebagai penikmat pembangunan merasa desain yang ada dalam kebijakan Omnibus (UU Ciptaker) itu tidak berpihak pada kepentingan mereka," paparnya.
Anam menambahkan keputusan MK untuk memperbaiki UU Ciptaker ini bisa menjadi waktu bagi pemerintah untuk berefleksi terkait kepentingan peraturan tersebut. Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan yang dirumuskan tidak merugikan masyarakat.
"Bukan merumuskan sendiri, terus orang lain [masyarakat] harus menanggung," tambahnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, berujar pemerintah menghormati dan akan menjalankan putusan MK dengan sebaik-baiknya. Termasuk perintah untuk tidak menerbitkan peraturan baru yang bersifat strategis sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan UU Ciptaker.
"Pemerintah akan menindaklanjuti putusan MK dimaksud melalui penyiapan perbaikan Undang-undang dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya arahan MK lainnya sebagaimana dimaksud dalam putusan MK tersebut," kata Airlangga setelah putusan dibacakan MK, Kamis (25/11).
Lihat Juga : |