Komnas HAM Duga Perundungan Lazim di KPI, Ada Staf Lain Jadi Korban

CNN Indonesia
Senin, 29 Nov 2021 22:11 WIB
Komnas HAM menduga kuat perundungan yang bersifat seksis dan fisik terjadi terhadap pegawai lain, selain MS, di KPI sebagai bentuk kedekatan.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menyebut perundungan terhadap pegawai KPI berinisial MS bertentangan dengan HAM. (Foto: CNN Indonesia/Safir Makki)

Berdasarkan hasil penyelidikan, Beka mengatakan pihaknya juga menemukan tiga pelanggaran dalam kasus pelecehan seksual yang menimpa MS di KPI.

"Pelanggaran HAM dalam kasus pelecehan seksual dan perundungan yang dialami oleh MS bertentangan prinsip-prinsip dasar dalam HAM," kata dia, di kantor Komnas HAM, Senin (29/11).

Pertama, pelanggaran oleh KPI berkaitkan dengan hak atas rasa aman, bebas dari ancaman, kekerasan dan perlakuan tidak layak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Beka menyebut peristiwa pelecehan seksual yang terjadi kepada MS, terutama aksi penelanjangan dan pencoretan buah zakar, adalah bentuk tindakan yang merendahkan harkat martabat manusia.

Akibat dari peristiwa tersebut, kata Beka, MS mengalami trauma, stres, merasa rendah diri dan hal ini berdampak pada kesehatan fisik korban serta hubungan rumah tangga korban. Selain itu, MS turut mengalami berbagai perundungan dari rekannya baik secara fisik dan verbal.

"Sehubungan dengan hal tersebut, maka peristiwa yang dialami MS nadanya pelanggaran hak asasi manusia terutama terbebas ancaman, kekerasan dan perlakuan yang tidak layak," kata dia.

Beka mengatakan, hal itu sebagaimana telah diatur dalam UUD 1945 Pasal 28G ayat (1), Pasal 7 Konvenan Interasional Hak Sipil dan Politik, dan Pasal 33 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Selain itu, tindakan pelanggaran terhadap pemenuhan hak atas rasa aman khususnya hak terhadap privasi dan perlindungan dari ancaman ketakutan sebagaimana harusnya dijamin.

"Sebagaimana UUD 1945 Pasal 28 G ayat (1), UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 30, dan Pasal 9 dan 17 Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (UU Nomor 12 Tahun 2005," ujarnya.

Kedua, pelanggaran hak untuk bekerja dan memiliki tempat kerja yang adil dan aman. Beka berkata peristiwa pelecehan seksual dan perundungan terhadap MS menunjukkan bahwa lingkungan kerja di KPI tidak aman, intimidatif, dan tidak penuh penghormatan.

Beka menyebut, hal itu terlihat dari sikap MS yang seringkali ke luar ruangan untukk menghilangkan rasa ketidaknyamannnya, menghindari pelaku dan potensi perundungan lainnya.

"Bahkan MS juga keluar dari grup percakapan whatsapp internal unit visual data karena turut mendapatkan perundungan secara verbal," tambahnya.

Belum lagi, kata Beka, perilaku dan tindakan yang sarat akan kekerasan verbal, fisik, maupun psikis, seksis dan merendahkan di KPI turut dinormalisasi sebagai bentuk candaan biasa dalam pertemanan.

"Korban bahkan dianggap terlalu sensitif dan berlebihan dalam menyikapi sikap-sikap tersebut," ujarnya.

Di sisi lain, lanjutnya, KPI juga tidak mempunyai regulasi internal dan perangkat-perangkat yang patut dalam pencegahan dan penanganan tindak pelecehan seksual dan perundungan di lingkungan kerja.

"Situasi dan kondisi yang dialami oleh MS menujukkan bahwa terjadinya pelanggaran hak asasi manusia untuk bekerja dan memiliki tempat kerja yang adil dan aman," ujarnya.

Hal itu sebagaimana dijamin pada Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. Selain itu, Pasal 28D ayat (2) juga menjamin hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Ketiga, pelanggaran HAM yang ditemukan oleh Komnas HAM yaitu terkait jak atas kesehatan Fisik dan Mental. Beka berujar, akibat perundungan dan pelecehan itu menyebabkan perasaan stres dan hina, serta trauma berat kepada korban MS.

"Korban seringkali teringat peristiwa pelecehan dan menyebabkan emosinya tidak stabil," ujarnya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan psikologi di tahun 2019 yang dilakukan oleh MS secara mandiri dan LPSK pada 2021 menunjukan bahwa MS didiagnosis mengalami post traumatic stress disorder (PTSD). Selain itu, MS juga mengalami penyakit hipersekresi cairan lambung di tahun 2017.

Beka menuturkan masalah kesehatan mental dan fisik ini juga berimbas pada hubungan rumah tangga MS dan Istrinya.

"Permasalahan kesehatan fisik dan mental yang dihadapi MS menunjukkan adanya pelanggaran terhadap hak atas kesehatan sebagaiman dijamin UUD 1945 Pasal 28H ayat (1)," kata dia.

Dalam pasal Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 dikatakan, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Selain itu, kata Beka, pasal 12 Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya turut menambahkan bahwa hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental.

"Pencapaian ini termasuk penciptaan kondisi lingkungan kerja masyarakat yang sehat dan aman," tutupnya.

CNNIndonesia.com masih berupaya mendapatkan konfirmasi dari KPI terkait hasil penyelidikan Komnas HAM itu. Sejauh ini, belum ada respons didapatkan.

(yla/arh)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER