Penulis buku 'Politik Jatah Preman: Ormas dan Kuasa Jalanan di Indonesia Pasca Orde Baru' Ian Douglas Wilson memaparkan bahwa perseteruan antar-ormas tersebut sebenarnya hanya terjadi di tingkat akar rumput. Sedangkan, secara organisasional, tidak terdapat konflik yang memanas.
Termasuk dalam kasus PP vs FBR. Ian menyebut perselisihan keduanya hanya konflik di kelompok-kelompok lokal dan dengan persoalan lokal.
"Pada tingkat grassroot, ada konflik yang terus berulang antara kelompok-kelompok lokal yang terafiliasi dengan kedua ormas tersebut. Tapi pada tingkat nasional atau kepemimpinan, kesannya tidak ada perseteruan, enggak ada konflik sebenarnya," ujar dia, yang juga Dosen Politik di Murdoch University Perth itu, kepada CNNIndonesia.com, Rabu (1/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tidak mau membesarkan ada konflik yang besar, karena tidak ada. Ini ada yang terus berulang di cabang-cabang tertentu," sambung Ian.
Ian mengistilahkan ormas ini sebagai franchise atau waralaba karena tersebar dengan ciri khas yang sama. Artinya, sekelompok orang di wilayah tertentu menggabungkan diri dengan ormas agar memiliki identitas hingga dapat memperkuat posisi dan daya tawar mereka.
"Jadi karena saya rasa ini PP dan FBR punya cabang di Jakarta pun banyak sekali, tapi yang menjadi titik konflik cuma beberapa. Jadi itu harus dipahami dalam konteks apa itu konflik lokal, gimana orang-orang terafiliasi dengan kedua ormas [itu]," jelasnya.
Ian juga meyakini terdapat memori konflik organisasional yang dimiliki kedua ormas tersebut hingga memicu sentimen pada satu sama lain.
"Kalau kamu jagoan dan ada organisasi lain yang menghina, yang dianggap meremehkan dan sebagainya, jadi itu kadang menjadi siklus lokal, ada rasa [ingin] balas dendam," tambahnya.
![]() |
"Tapi di tingkat kepemimpinan, mereka enggak ada yang menganjurkan [berselisih]. Malah mereka ingin cepat selesai, cepat damai, karena ini tidak ada yang menguntungkan bagi kedua organisasi sama sekali, [malah] bikin ribut," papar Ian.
Terpisah, Ahli Hukum Pidana Universitas Trisaksi Abdul Fickar Hadjar mengatakan pemerintah tak boleh mengabaikan kebijakan-kebijakan dari ormas terkait yang dapat menyulut perilaku agresif anggota. Misalnya, perintah tertentu dari pimpinan ormas untuk melakukan penyerangan terhadap kelompok lain.
"Apakah perbuatan tersebut semata-mata dilakukan oleh anggota ormasnya?" cetus dia, saat dihubungi.
"Kalau nanti terbukti bahwa keributan atau persoalan itu diakibatkan oleh kebijakan ormas tersebut, maka tidak mustahil misalkan terhadap ormas tersebut juga bisa diperiksa dan bisa diproses untuk diambil tindakan," ucapnya.
Berkaca dari kasus pelarangan Front Pembela Islam (FPI), Fickar mengatakan bahwa pemerintah dapat mengambil langkah ekstrem untuk membubarkan ormas tersebut apabila memang menyimpang dari aturan dan konstitusi.
"Pada kasus FPI, pemerintah bertindak sangat otoriter. Tetapi, pembubaran FPI bisa jadi preseden," kata Fickar.
Sementara itu, Anggota MPO Pemuda Pancasila Tjahjo Kumolo mempersilakan kepolisian untuk memproses hukum anggotanya yang sempat mengeroyok AKBP Dermawan Karosekali.
"Ya, silakan diproses secara hukum saja," ujar dia, yang juga mantan Sekjen PDIP itu.
(mjo/cfd/arh)