Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, baru-baru ini melontarkan pernyataan kontroversial. Dia berpendapat kepala desa bisa mengembalikan uang yang dikorupsi apabila nilainya kecil tanpa harus dipenjara lewat putusan pengadilan.
Alex menilai lebih tepat kepala desa tersebut dipecat berdasarkan musyawarah yang melibatkan masyarakat setempat. Ia mengatakan, tolok ukur keberhasilan memberantas korupsi bukanlah dengan ukuran berapa banyak orang yang dipenjara.
"Kalau ada kepala desa taruhlah betul terbukti ngambil duit tapi nilainya nggak seberapa, kalau diproses sampai ke pengadilan, biayanya lebih gede," jelasnya dalam Peluncuran Desa Antikorupsi di Kampung Mataraman Panggungharjo, Bantul, Yogyakarta, Rabu (1/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron juga sempat menjadi perbincangan publik lantaran pernyataannya yang keberatan menindaklanjuti temuan Ombudsman RI terkait dugaan maladministrasi dalam alih fungsi pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ghufron menuturkan permintaan klarifikasi dilakukan oleh keasistenan yang membidangi fungsi pemeriksaan. Namun, pada faktanya, ia mengatakan proses tersebut dilakukan oleh anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng.
Ia juga menilai Ombudsman sedang menandingi dan mendahului proses konstitusional yang sedang berjalan di Mahkamah Konsitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA). Ghufron berpandangan, apa yang dilakukan Ombudsman sebagai perbuatan yang mencederai dan menyerang negara yang berlandaskan hukum.
Ghufron juga menegaskan pihaknya tidak tunduk kepada pengaruh kekuasaan apapun ketika menjalankan tugas dan wewenang kendati berada di dalam rumpun kekuasaan eksekutif.
"Kami tidak ada di bawah institusi-lembaga apa pun di Republik Indonesia ini, sehingga mekanisme memberikan rekomendasi ke atasan. Atasan KPK langit-langit ini, lampu," ujarnya Kamis (5/8) lalu.
![]() |
Di luar kasus-kasus tersebut, para pimpinan KPK--kecuali Wakil Ketua Nawawi Pomolango--juga kedapatan menggelar rapat kerja di hotel bintang lima Yogyakarta selama tiga hari, pada Jumat-Minggu (29-31/10).
Akibat penyelenggaraan raker mewah tersebut, KPK dinilai publik tidak mempunyai kepekaan menggunakan anggaran negara pada masa pandemi Covid-19. Selain itu, rapat kerja tersebut juga dianggap tidak sesuai dengan budaya sederhana KPK yang telah terbangun selama ini.
Sementara itu, Ketua KPK Firli Bahuri berdalih, serangkaian agenda ketika rapat digelar, termasuk kegiatan hiburan seperti gowes telah disusun sedemikian rupa menyesuaikan dinamika berorganisasi.
Ia mengklaim seluruh kegiatan tersebut dilakukan untuk menyatukan komitmen, tujuan, cara bertindak, visi dan misi KPK.