SUARA ARUS BAWAH

Kecelakaan TransJakarta, Antara Setia hingga Minim Pilihan Moda

CNN Indonesia
Kamis, 09 Des 2021 07:33 WIB
Bagaimana suara warga hingga awak armada terkait rentetan kecelakaan Transjakarta di DKI Jakarta dalam beberapa waktu terakhir?
Transjakarta yang berjalan pelan karena terlibat kemacetan di salah satu ruas jalan, Jakarta. (CNN Indonesia/ Adi Ibrahim)

Berbeda pandangan dengan para penumpang, salah seorang sopir armada TransJakarta merasa membawa tanggung jawab yang cukup berat. Pasalnya, keamanan penumpang dan kendaraan berada di tangannya.

"Model [kerja] kaya gini kan resikonya gede juga. Bawa penumpang, bawa mobil, terus [harus] mikirin kendaraan lain juga," ujar dia yang hanya mau disebut Raka saat ditemui di halte Ragunan, Jakarta Selatan.

Ia mengatakan sebelum bus jalan, pasti selalu melewati fase cek rutin armada. Pun, sambungnya, dengan para awak. Oleh karena itu, sambungnya, kecelakaan TJ yang terjadi memiliki berbagai faktor penyebab mulai dari kelalaian pengemudi, kondisi jalanan, hingga kondisi kendaraan yang di luar dugaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Apalagi kalo kita di jalur TJ kan jarak mobil kita sama itu [separator jalan] kan gak luas, jadi ya gitu. Kita lengah dikit ya udah [kecelakaan]," tambah Raka.

Saat ini, pengemudi armada TransJakarta menggunakan sistem kilometer untuk menghitung pendapatan. Semakin banyak kilometer yang ditempuh, maka semakin besar pendapatan sopir.

Namun, hal tersebut semakin terbatas akibat pandemi. Selama pandemi, salah satu sopir dari operator MYS mengaku mereka dibagi dua sif yakni pagi dan siang.Semakin pendeknya jam kerja membuat sopir membawa pulang semakin sedikit penghasilan.

Salah seorang sopir TJ lainnya, Patar, mengungkap kondisi tersebut tidak memengaruhinya dalam mengutamakan keselamatan di perjalanan. Ia pun tak memungkiri salah satu penyebab kecelakaan selama ini adalah human error dan murni kelalaian pengemudi.

"Ya saking kurang fokus terus kerja sendiri, [ditambah] ngelamun. Sekarang enggak ada kondektur, udah dua tahun terakhir sudah gak pake," ujar Patar yang sudah empat tahun menjadi sopir TransJakarta.

Patar mengaku sejauh ini setiap vendor memberikan arahan dan himbauan setiap hari, bahkan setiap ritase, agar para pengemudi selalu fokus dan berhati-hati.

Terutama, sistem yang digunakan TransJakarta, menurut Patar lebih nyaman dibanding saat ia menjadi pengemudi angkutan umum. Saat ini, ia merasa lebih teratur dan disiplin. Baik dalam berkendara, jam kerja maupun jam istirahat bagi pengemudi.

"Yang penting bisa tetep fokus sama kerjaan, menjalankan SOP, mudah-mudahan aman lah, bawa hasil pulang ke rumah," tambah Patar dengan tertawa kecil.

Ketua Serikat Pekerja Transportasi Jakarta (SPTJ) Jan Oratmangun meminta Transjakarta untuk melakukan evaluasi sistem yang saat ini diterapkan imbas rentetan kecelakaan yang terjadi beberapa waktu belakangan. Jan menilai, menurunnya kualitas Transjakarta merupakan dampak kebijakan yang mengutamakan profit-oriented, sekaligus mengurangi pengawasan SDM pelayanan.

"Serikat pekerja menilai kualitas layanan menurun. Ini adalah dampak dari diberlakukannya berbagai Kebijakan yang lebih mengutamakan profit-oriented dibandingkan pemberdayaan sumber daya manusianya," kata Jan dalam keterangan tertulis, Selasa (7/12).

Ia mengatakan dari kebijakan profit-oriented atau berorientasi pada keuntungan tersebut, terjadi subkebijakan efisiensi anggaran di tingkat lapangan. Kebijakan efisiensi itu menurutnya salah kaprah.

"Beberapa contoh yang bisa jadi perhatian karena kejadian ini adalah, dengan tidak adanya lagi petugas di dalam bus yang seharusnya bisa menjadi pengingat bagi pramudi demi memastikan keamanan dan kenyamanan pelanggan di dalam bus menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan agar hal seperti ini tidak terjadi lagi," katanya.

Jan memaparkan contoh kebijakan salah kaprah lainnya adalah fungsi kontrol Transjakarta sebagai regulator tidak berjalan dengan baik. Jan menyebut, fungsi kontrol operasional yang tadinya dilakukan oleh petugas pengendalian di setiap koridor atau rute dengan skema 3 orang petugas, saat ini dikerucutkan hingga hanya satu orang di setiap koridor.

Hal itu, menurutnya membuat pengawasan terhadap perilaku mengemudi Pramudi di koridor untuk menerapkan standar pelayanan minimum menjadi lemah.

"Kembalikan fungsi dan marwah Transjakarta ke hakekatnya transportasi publik yang benar-benar menerapkan Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang tentu berbasis padat karya untuk menyerap tenaga kerja, bukan berbasis padat teknologi," katanya.

(cfd, dis/kid)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER